Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, proses pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Salah satu perubahan paling signifikan tercermin dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025, yang mengatur ulang banyak aspek pengadaan publik, termasuk peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Jika sebelumnya tugas PPK relatif terfokus pada administrasi kontrak dan pengawasan anggaran, kini tanggung jawabnya semakin melebar dan menuntut kompetensi yang lebih tinggi. Artikel ini akan membahas secara terstruktur bagaimana tugas PPK menjadi lebih kompleks, apa saja kewajiban baru yang harus dipahami, dan bagaimana Anda-sebagai calon atau PPK yang sudah bertugas-dapat bersiap menghadapi tantangan ini.
1. Peran dan Kewenangan PPK yang Diperluas
Sebelum Perpres 46/2025, PPK berperan sebagai pihak yang menandatangani dokumen kontrak serta memastikan anggaran yang digunakan sesuai ketentuan. Namun dalam Perpres 46/2025, tanggung jawab PPK jauh lebih luas. PPK kini wajib:
- Memiliki Sertifikasi sesuai tipologi pekerjaan, sehingga tugasnya tidak lagi dianggap sepele. Sertifikasi ini harus diperoleh sebelum PPK dapat menandatangani dokumen pengadaan.
- Mengelola e-Kontrak dengan sistem elektronik yang telah ditetapkan, termasuk memastikan seluruh kontrak dimasukkan ke dalam aplikasi e-Kontrak dan mengawasi pelaksanaannya secara digital.
- Menilai Kinerja Penyedia pada saat dan setelah pekerjaan selesai, dengan mengikuti mekanisme penilaian yang telah disiapkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Tugas-tugas ini menunjukkan bahwa PPK kini tidak hanya mengurus urusan administratif di kantor, tetapi juga harus menguasai sistem digital, memahami sertifikasi, dan mampu melakukan penilaian kualitas. Hal ini menuntut PPK lebih proaktif dalam memperbarui kompetensi dan memanfaatkan teknologi .
2. Sertifikasi dan Penguatan Profesionalisme
Perpres 46/2025 menegaskan bahwa setiap PPK harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai tipologi pekerjaan yang diembannya. Beberapa poin penting terkait sertifikasi PPK:
- Wajib Sertifikasi: Sertifikat menjadi prasyarat mutlak sebelum PPK dapat melaksanakan kewajiban pengadaan. Jika sertifikat belum lengkap, PPK tidak diperkenankan menandatangani kontrak apa pun.
- Tipologi Pekerjaan: Sertifikasi disesuaikan dengan jenis pengadaan-apakah itu kontruksi, barang, jasa konsultansi, atau jasa lain. Proses sertifikasi ini dilakukan melalui lembaga pelatihan yang dibentuk oleh pemerintah.
- Masa Berlaku dan Peralihan: Perpres juga memberikan ketentuan peralihan bagi PPK yang sudah menjabat sebelumnya, agar mereka memiliki waktu untuk melengkapi sertifikasi tanpa mengganggu proses pengadaan yang sedang berjalan.
Akibatnya, PPK harus mengalokasikan waktu dan sumber daya untuk mengikuti pelatihan dan mengikuti ujian sertifikasi. Hal ini sebaiknya dipersiapkan sedini mungkin, mengingat proses penerbitan sertifikat tidak instan dan membutuhkan pemahaman mendalam tentang regulasi pengadaan .
3. Digitalisasi Proses Pengadaan
Salah satu capaian utama Perpres 46/2025 adalah mempercepat digitalisasi seluruh proses pengadaan, mulai dari perencanaan hingga manajemen kontrak. Dampaknya bagi PPK antara lain:
- E-Purchasing Wajib: Jika barang atau jasa yang dibutuhkan tersedia dalam e-Katalog atau Lokapasar (e-marketplace), PPK harus menggunakan e-purchasing kecuali ada alasan rasional untuk tidak melakukannya. Dengan kata lain, proses pembelian manual kini sangat terbatas.
- Akses E-Katalog: PPK perlu memahami cara kerja e-Katalog dan mekanisme pemilihan penyedia melalui platform digital. Katalog elektronik ini memuat daftar penyedia yang telah terverifikasi dan harga patokan yang diperbarui secara berkala.
- E-Kontrak dan Monitoring Digital: Setelah kontrak disahkan, seluruh informasi kontrak wajib diunggah ke sistem e-Kontrak. PPK harus melakukan pemantauan progres pekerjaan menggunakan platform digital yang terintegrasi dengan e-Kontrak, mulai dari jadwal, milestone, hingga pembayaran.
Digitalisasi ini membawa keuntungan berupa transparansi, jejak audit (audit trail), dan efisiensi waktu. Namun, keberhasilan implementasi tergantung pada kesiapan infrastruktur TI di masing-masing satuan kerja serta keterampilan PPK dalam menggunakan aplikasi pengadaan .
4. Kewajiban Alokasi untuk Produk dalam Negeri dan UMKM
Peraturan baru mengatur bahwa PPK wajib mengalokasikan sekurang-kurangnya 40% anggaran Barang/Jasa untuk membeli produk dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) atau koperasi yang diproduksi di dalam negeri. Poin-poin pentingnya:
- Penghitungan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri): Produk yang diutamakan memiliki TKDN minimal 25% dan TKDN+BMP (Bobot Manfaat Perusahaan) > 40%. Produk dengan kriteria ini diprioritaskan dalam tender.
- Preferensi Harga: Untuk pengadaan di atas Rp 1 miliar, PPK dapat memberikan preferensi harga hingga 25% bagi produk dalam negeri yang memenuhi kriteria TKDN ≥ 25%. Ini akan memberi keunggulan kompetitif bagi produk lokal dibandingkan produk impor.
- Uang Muka bagi UMKM: Kontrak UMKM di bawah Rp 200 juta diwajibkan memberikan uang muka minimal 50%, untuk meringankan beban arus kas pelaku usaha kecil.
Dengan adanya ketentuan ini, PPK harus lebih cermat dalam menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), karena anggaran telah dibagi alokasi khusus untuk produk lokal dan UMKM. Hal ini menuntut PPK memahami aspek pemasok lokal, melakukan riset pasar, dan melakukan komunikasi lebih intensif dengan pelaku UMKM untuk memastikan kualitas dan kesiapan pasokan .
5. Metode dan Jenis Kontrak yang Diperbarui
Perpres 46/2025 tidak hanya menambah jenis kontrak baru, tetapi juga merevisi beberapa mekanisme yang sudah ada. Bagi PPK, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Kontrak Berbasis Kinerja (Performance‑Based Contract): PPK dapat memilih kontrak ini jika ingin menekankan output atau hasil tertentu yang harus dicapai oleh penyedia. Contohnya, penyedia jasa kebersihan bertanggung jawab menjamin kualitas sanitasi, bukan sekadar menyediakan tenaga.
- Kontrak Turnkey yang Dimodifikasi: Untuk proyek pembangunan fisik atau konstruksi, kontrak turnkey yang lama diperbarui agar lebih menekankan pada penyelesaian proyek secara menyeluruh. Ini termasuk jaminan pemeliharaan awal setelah serah terima.
- Supply by Owner: Metode ini memberikan PPK (atau instansi pemerintah) wewenang untuk menyediakan sebagian material atau jasa langsung, kemudian penyedia eksternal melakukan pelaksanaan. Misalnya, pemerintah sudah membeli alat berat, lalu penyedia hanya melaksanakan pekerjaan konstruksi.
- Batas Pengadaan Langsung Konstruksi: Nilai maksimal untuk pengadaan langsung pekerjaan konstruksi naik dari Rp 200 juta menjadi Rp 400 juta. Hal ini memungkinkan PPK melakukan proses langsung (tanpa lelang terbuka) untuk proyek kecil hingga Rp 400 juta.
Dengan berbagai jenis kontrak yang kini tersedia, PPK harus dapat melakukan pertimbangan matang: metode mana yang paling tepat untuk kebutuhan instansi, risiko mana yang siap ditanggung, dan bagaimana mengawasi pelaksanaan kontrak agar sesuai dengan tujuan. Keputusan memilih jenis kontrak akan mempengaruhi proses tender, dokumen yang disusun, serta mekanisme penilaian kinerja .
6. Pelibatan Pokja Pemilihan dan Kolaborasi Tim
Perpres 46/2025 juga menggambarkan peran Kelompok Kerja Pemilihan (Pokja Pemilihan) yang lebih aktif, khususnya dalam e‑Purchasing non-pembelian langsung (mini-kompetisi). Sebelumnya, e‑Purchasing hanya digunakan untuk pembelian langsung dengan satu penyedia; kini mini-kompetisi dilakukan secara online untuk meningkatkan efisiensi dan kesetaraan.
Tugas PPK tidak lagi sendiri-sendiri; kolaborasi dengan Pokja Pemilihan, Pejabat Pengadaan, dan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) menjadi sangat penting. PPK harus mampu:
- Mengkoordinasikan Rapat dan Penilaian secara digital dengan Pokja, terutama saat menentukan pemenang tender.
- Menjamin Integritas Proses Pemilihan dengan menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan menghindari konflik kepentingan.
- Memonitor Progres Penilaian yang dilakukan Pokja melalui sistem elektronik agar tidak terjadi keterlambatan.
Kolaborasi ini menuntut PPK memiliki kemampuan manajerial dan komunikasi yang kuat, karena keputusan teknis, administrasi, dan etika harus diambil bersama dalam satu tim yang terdesentralisasi dan berbasis digital.
7. Penguatan Mekanisme Pengawasan dan Sanksi
Agar kebijakan baru terlaksana dengan baik, Perpres 46/2025 menambahkan mekanisme pengawasan yang lebih ketat, dengan sanksi konkret jika tidak dipatuhi. Poin‑poinnya:
- Indeks Kepatuhan PDN (Produk Dalam Negeri): Setiap instansi akan dinilai berdasarkan tingkat kepatuhan mereka dalam menggunakan produk dalam negeri. PPK ikut bertanggung jawab memastikan target capaian minimal tercapai.
- Sanksi Administratif dan Disipliner: Jika terjadi kelalaian-misalnya tidak mencapai kuota UMKM, menggunakan penyedia tanpa izin, atau gagal memenuhi persyaratan e‑Purchasing-akan ada peringatan tertulis, sanksi administratif hingga sanksi disipliner bagi PPK dan pihak terkait.
- Pengaduan Masyarakat: Proses penyelesaian keluhan masyarakat tentang dugaan penyimpangan pengadaan diatur secara administratif sebelum dibawa ke ranah pengadilan, agar penyelesaian lebih cepat. PPK harus siap menanggapi dan menindaklanjuti pengaduan ini.
Pengawasan yang diperketat memaksa PPK lebih berhati‑hati dalam menyusun dokumen, menjalankan proses lelang/tender, serta berkomunikasi dengan penyedia. Kesalahan sekecil apa pun berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum dan reputasi instansi. Dengan demikian, PPK perlu mempersiapkan dokumentasi dan bukti kepatuhan secara lengkap, serta memastikan seluruh proses pengadaan dapat dipertanggungjawabkan.
8. Tantangan Implementasi bagi PPK
Dengan semua ketentuan baru, PPK dihadapkan pada berbagai tantangan:
- Keterbatasan SDM dan Infrastruktur di Tingkat Daerah/Desa
- Banyak instansi, terutama di daerah dan desa, belum memiliki perangkat komputer dan koneksi internet yang memadai untuk menjalankan e‑Purchasing dan e‑Kontrak. PPK harus kreatif mencari solusi, misalnya memanfaatkan jasa pihak ketiga atau bekerja sama antardesa.
- Kurangnya SDM terlatih membuat beban pekerjaan PPK semakin berat. Pelatihan dan bimbingan teknis menjadi kunci agar PPK dapat mengimbangi tuntutan regulasi baru.
- Kesiapan Bahan Baku dan Kualitas Produk UMKM Lokal
- Tidak semua UMKM mampu memenuhi standar kualitas atau kapasitas produksi yang dibutuhkan pemerintah. PPK perlu melakukan market sounding yang intensif untuk mengidentifikasi UMKM yang siap, serta memfasilitasi pelatihan atau capacity building bagi mereka.
- Proses verifikasi TKDN dan deklarasi produk ramah lingkungan (green product) memerlukan pemahaman teknis. PPK harus belajar membaca sertifikat dan dokumen pendukung TKDN.
- Penyesuaian Internal Prosedur dan Kebiasaan Lama
- Banyak instansi telah memiliki prosedur internal yang berbeda dari ketentuan pusat. PPK perlu mengajak pimpinan dan timnya untuk menyelaraskan SOP (Standard Operating Procedure) agar tidak terjadi tumpang tindih.
- Resistensi terhadap perubahan digital dan kuota UMKM kerap terjadi, terutama jika mereka merasa metode baru lebih rumit. PPK perlu memimpin dengan memberi contoh, serta menjelaskan manfaat jangka panjang, seperti efisiensi biaya, transparansi, dan pemberdayaan ekonomi lokal.
- Pengawasan dan Akuntabilitas yang Semakin Tinggi
- Dokumen pengadaan harus lengkap dan tersimpan rapi di aplikasi e‑Kontrak. Jika terjadi audit, PPK harus mampu menunjukkan jejak aktivitas digital-mulai dari rencana anggaran, komunikasi dengan penyedia, hingga laporan progres.
- Mengelola pengaduan masyarakat menuntut PPK siap merespon cepat setiap keluhan, serta melakukan perbaikan jika ada prosedur yang terabaikan.
9. Strategi Persiapan PPK Menghadapi Kompleksitas Baru
Agar tugas PPK yang semakin kompleks dapat dijalankan dengan baik, ada beberapa strategi utama yang dapat diterapkan:
- Mengikuti Pelatihan dan Sertifikasi Sejak Dini
- Segera daftar dan ikuti pelatihan sertifikasi yang relevan. Jangan menunggu hingga tenggat peralihan berakhir, karena proses penerbitan sertifikat bisa memakan waktu.
- Selain sertifikasi teknis, ikuti pelatihan tentang sistem e‑Pengadaan (e‑Catalog, e‑Purchasing, e‑Kontrak) yang diselenggarakan oleh LKPP atau lembaga terakreditasi.
- Meningkatkan Literasi Digital
- Pahami cara kerja aplikasi e‑Pengadaan: pelajari menu‑menu utama, cara mengunggah dokumen, serta cara memantau pelaksanaan kontrak secara digital.
- Buat panduan internal singkat atau video tutorial sederhana bagi tim agar semua staf yang terlibat memahami alur digital.
- Melakukan Market Sounding dan Pendekatan kepada UMKM
- Sebelum menyusun RUP, lakukan survei pasar untuk mengetahui ketersediaan produk lokal, harga pasar, dan kapasitas produksi UMKM di wilayah Anda.
- Bangun hubungan dengan asosiasi UMKM, koperasi, atau dinas terkait untuk memfasilitasi pelatihan peningkatan kualitas dan sertifikasi produk.
- Menyusun Dokumen Pengadaan yang Transparan dan Komprehensif
- Pastikan setiap dokumen, mulai dari TOR (Term of Reference), RKS (Rencana Kerja dan Syarat), hingga kontrak elektronik, mencantumkan persyaratan PDN, kuota UMKM, dan kriteria penilaian kinerja.
- Gunakan checklist digital yang memuat seluruh persyaratan Perpres 46/2025 agar tidak ada aspek yang terlewat.
- Memperkuat Kolaborasi dengan Pokja Pemilihan dan Unit Terkait
- Adakan rapat koordinasi rutin dengan Pokja Pemilihan, keuangan, dan tim IT untuk memastikan semua pihak memahami peran masing‑masing.
- Buat alur komunikasi yang jelas: siapa yang bertanggung jawab mengunggah dokumen, siapa yang memantau, dan siapa yang menindaklanjuti aduan.
- Menyiapkan Dokumen Pendukung Pengawasan
- Simpan semua bukti digital, seperti screenshot status e‑Purchasing, notifikasi e‑Kontrak, dan laporan penilaian kinerja.
- Buat ringkasan bulanan terkait progres pengadaan dan serahkan kepada atasan sebagai bentuk laporan awal, agar jika terjadi audit, sudah ada data pendukung siap pakai.
10. Kesimpulan
Perubahan dalam Perpres 46 Tahun 2025 telah membawa tugas PPK ke level yang jauh lebih kompleks. Selain urusan administratif dan anggaran, PPK kini harus menguasai sertifikasi, digitalisasi proses, pengalokasian anggaran khusus untuk UMKM dan produk dalam negeri, berbagai jenis kontrak baru, serta mematuhi mekanisme pengawasan dan sanksi yang lebih ketat. Semua ini menuntut kesiapan mental, teknis, dan manajerial.
Untuk itu, bagi Anda yang saat ini menjabat atau berencana menjadi PPK, persiapan matang sangat diperlukan. Mulai dari mengikuti pelatihan sertifikasi, meningkatkan literasi digital, membangun hubungan baik dengan UMKM lokal, hingga menyusun dokumen pengadaan yang transparan dan sesuai regulasi. Dengan persiapan yang baik, Anda tidak hanya dapat memenuhi kewajiban baru, tetapi juga berkontribusi pada terwujudnya pengadaan publik yang efisien, transparan, dan memberdayakan ekonomi lokal.
Jadi, siapkah Anda menghadapi tugas PPK yang kini lebih kompleks? Dengan memahami poin‑poin di atas dan berkomitmen pada peningkatan kapasitas diri, Anda akan mampu menjawab tantangan dan menjadikan peran PPK sebagai momentum untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik bagi masyarakat.