Pendahuluan
Dalam rangka mendukung produk dalam negeri (PDN) dan mengurangi ketergantungan impor, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wajib memiliki kemampuan untuk membedakan dan mengutamakan produk lokal yang memenuhi kriteria TKDN/PDN. Penguasaan ini penting agar pengadaan tidak sekadar membeli berdasarkan harga atau spesifikasi superfisial, tetapi berdasarkan kapabilitas lokal dan kebijakan nasional. Artikel ini membahas latar belakang kebutuhan keahlian tersebut, dasar regulasi, mekanisme yang dapat diterapkan PPK, indikator keberhasilan, tantangan, hingga strategi dan rekomendasi kebijakan untuk memperkuat kapasitas PPK mengenali produk lokal versus impor.
1. Latar Belakang: Pentingnya Pembeda Produk Lokal dan Impor
1.1. Dukungan Ekonomi Nasional
Mengutamakan produk lokal dalam proses pengadaan bukan sekadar keputusan teknis, melainkan langkah strategis yang mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara langsung. Produk buatan dalam negeri menyerap tenaga kerja lokal, memberdayakan pelaku industri kecil-menengah, dan mengurangi ketergantungan terhadap pasokan luar negeri. Dalam konteks APBN/APBD, setiap rupiah yang dialokasikan untuk barang impor-padahal tersedia alternatif lokal-merupakan potensi kehilangan nilai tambah nasional. Oleh karena itu, ketepatan PPK dalam membedakan produk lokal dari impor menjadi krusial. Jika keliru mengidentifikasi, bukan hanya mengabaikan potensi lokal, tetapi juga merugikan kinerja ekonomi makro secara akumulatif.
1.2. Pengurangan Risiko Pasokan
Produk impor sering kali bergantung pada dinamika global: stabilitas politik negara asal, cuaca, hambatan logistik internasional, dan fluktuasi mata uang. Ketergantungan ini membuat pengadaan berisiko tinggi terhadap keterlambatan distribusi, peningkatan biaya logistik, dan ketidaksesuaian barang yang diterima. Sebaliknya, produk dalam negeri relatif lebih stabil dalam ketersediaan, proses pengiriman, dan dukungan teknis. PPK yang memahami perbedaan ini dapat membuat keputusan yang lebih aman dalam memilih produk, terutama untuk proyek yang bersifat strategis dan memiliki tenggat waktu ketat.
1.3. Kepatuhan dan Akuntabilitas
Kewajiban penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) diatur secara eksplisit dalam Perpres 46/2025. Audit internal maupun eksternal seperti dari BPK dan LKPP akan menyorot sejauh mana instansi mematuhi ketentuan tersebut. PPK yang tidak mampu membedakan mana produk yang benar-benar lokal dan mana yang sekadar bermerek lokal namun isinya impor, berisiko menghasilkan data yang menyesatkan. Akibatnya, capaian target PDN yang dilaporkan menjadi tidak valid, dan pengadaan dapat dianggap tidak sesuai dengan prinsip efisiensi, efektivitas, serta kepatuhan regulasi.
2. Dasar Regulasi dan Kebijakan Terkait
2.1. Perpres 46/2025 dan TKDN/PDN
Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 menegaskan bahwa dalam proses pengadaan barang/jasa, instansi pemerintah wajib memprioritaskan produk yang memiliki nilai TKDN tertentu. Jika terdapat produk lokal dengan TKDN minimal 25% (atau sesuai sektor yang diatur), maka produk tersebut harus diprioritaskan. PPK wajib mengecek sertifikat TKDN yang diterbitkan oleh Lembaga Verifikasi Independen yang terakreditasi oleh Kementerian Perindustrian. Artinya, tidak cukup hanya menyatakan “buatan Indonesia”-harus ada bukti formal berupa sertifikat TKDN aktif dan sah. Perpres ini menempatkan tanggung jawab pembuktian pada penyedia, dan tanggung jawab verifikasi pada PPK.
2.2. Pedoman LKPP tentang Preferensi Harga
Salah satu instrumen yang mendukung PDN adalah penerapan preferensi harga. LKPP menetapkan bahwa dalam proses evaluasi penawaran, produk dengan TKDN sah dapat diberikan margin preferensi (misalnya 15%). Dengan demikian, walaupun harga awalnya sedikit lebih tinggi, setelah dikurangi margin preferensi, produk lokal bisa menjadi lebih kompetitif daripada produk impor. Pedoman ini mengharuskan PPK menghitung pembanding secara objektif, serta menyusun dokumen pemilihan yang mencantumkan preferensi harga sebagai salah satu dasar evaluasi.
2.3. Peraturan Menteri Perindustrian
Permenperin mengatur klasifikasi industri dan jenis produk strategis yang wajib dipenuhi oleh produk dalam negeri. Daftar ini terus diperbarui, dan menjadi referensi penting bagi PPK saat menyusun spesifikasi teknis dan daftar kebutuhan. Selain itu, portal PSE TKDN disediakan sebagai sistem daring yang memungkinkan verifikasi cepat terhadap klaim TKDN yang diajukan oleh penyedia. Dalam praktiknya, PPK perlu membandingkan dokumen penawaran dengan entri resmi di portal ini untuk memastikan tidak terjadi manipulasi dokumen atau klaim palsu.
3. Mekanisme PPK dalam Membedakan Produk
3.1. Verifikasi Sertifikat TKDN
Setiap penyedia yang mengklaim barangnya sebagai produk lokal wajib melampirkan sertifikat TKDN dari lembaga verifikasi yang diakui. Sertifikat ini mencantumkan angka TKDN spesifik (%), masa berlaku, dan jenis produk. PPK bersama tim teknis wajib membuka portal PSE TKDN untuk mengecek:
- Keaslian nomor sertifikat.
- Nama produk dan pabrikan.
- Masa berlaku sertifikat.Verifikasi ini harus dilakukan sebelum proses evaluasi dan hasilnya didokumentasikan sebagai bagian dari audit trail.
3.2. Analisis Dokumen Teknis dan Komposisi
Tak jarang, penyedia mencoba mengaburkan fakta dengan mencampur komponen lokal dan impor, lalu menyebut produknya “nasional”. Oleh karena itu, PPK perlu menganalisis dokumen teknis seperti Bill of Materials (BOM) untuk melihat komponen utama: asal suku cadang, lokasi perakitan, dan porsi tenaga kerja lokal. PPK juga dapat melibatkan tim teknis atau konsultan ahli untuk menilai apakah produk memang memenuhi syarat TKDN, bukan sekadar “dirakit di Indonesia” dari komponen impor.
3.3. Survei dan Benchmark Harga
Pengetahuan harga pasar menjadi kunci dalam membedakan produk lokal dan impor. PPK harus menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) berdasarkan data yang adil-baik dari produsen lokal maupun impor. Ini mencakup:
- Harga pokok pabrik.
- Biaya logistik (untuk produk impor).
- Biaya instalasi dan pelatihan (jika relevan).Benchmark ini juga membantu mendeteksi produk impor yang sengaja didiskon agar terlihat lebih murah dari produk lokal, padahal biaya pasca-pengadaan jauh lebih tinggi.
3.4. Uji Coba atau Sampel Produk
Untuk kategori pengadaan teknis atau spesifikasi tinggi (misalnya mesin, alat laboratorium, perangkat elektronik), PPK perlu meminta sampel produk untuk diuji. Pengujian dapat dilakukan oleh lembaga independen (misalnya Balai Pengujian atau Lembaga Sertifikasi Produk) untuk mengevaluasi kualitas, performa, dan kesesuaian dengan standar nasional/internasional. Dari hasil ini, PPK dapat membedakan apakah produk lokal memang setara atau bahkan lebih unggul dibanding produk impor yang diusulkan penyedia.
3.5. Penilaian dalam e-Pengadaan
Sistem e-Pengadaan modern seperti SPSE menyediakan fitur klasifikasi penyedia dan produk berdasarkan kategori: PDN, TKDN, UMKM, dan Impor. Dalam menyusun dokumen pemilihan, PPK dapat menambahkan filter khusus dan kriteria evaluasi yang menekankan pada keunggulan PDN. Sistem juga memungkinkan integrasi dengan database PSE TKDN agar validasi dilakukan secara otomatis, mengurangi beban kerja administratif dan meningkatkan ketepatan verifikasi.
4. Indikator Keberhasilan Pembedaan
4.1. Rasio Pengadaan PDN vs Impor
Salah satu indikator paling konkret adalah rasio antara nilai kontrak yang diberikan kepada penyedia Produk Dalam Negeri (PDN) dibanding impor. Pemerintah menargetkan minimal 60% dari total nilai pengadaan dialokasikan untuk produk lokal, sejalan dengan kebijakan preferensi PDN dan pemberdayaan UMKM. PPK dapat memantau indikator ini secara triwulanan, mencatat deviasi jika ada, serta menyusun strategi pemenuhan kuota jika realisasi di bawah target. Rasio ini bukan hanya target angka, tetapi juga mencerminkan keberpihakan instansi terhadap industri nasional dan kepatuhan terhadap regulasi strategis negara.
4.2. Akurasi Verifikasi TKDN
Indikator kedua yang penting adalah tingkat akurasi dalam memverifikasi keabsahan sertifikat TKDN. Target minimal yang disarankan adalah ≥95% paket pengadaan yang mengklaim TKDN berhasil diverifikasi secara sah melalui sistem resmi seperti PSE TKDN. Kesalahan verifikasi, termasuk menerima dokumen kedaluwarsa atau palsu, bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga dapat berujung pada temuan audit atau sanksi administrasi. Oleh karena itu, ketepatan pengecekan dokumen TKDN menjadi ukuran profesionalisme dan kehati-hatian PPK dalam menegakkan preferensi produk lokal.
4.3. Efisiensi Waktu dan Biaya
Perbedaan produk lokal dan impor seharusnya tidak hanya dilihat dari TKDN, tetapi juga dari aspek efisiensi logistik dan operasional. Produk dalam negeri idealnya memiliki lead time lebih pendek, distribusi lebih cepat, dan layanan purnajual yang lebih responsif. Evaluasi efisiensi ini dilakukan dengan membandingkan durasi pengiriman, total biaya logistik, serta fleksibilitas penyedia dalam pengadaan ulang. Bila PDN terbukti lebih cepat dan murah, maka argumen memperkuat lokal akan semakin valid dalam jangka panjang.
4.4. Kepuasan Teknis dan Operasional
Penilaian keberhasilan tidak cukup berhenti pada dokumen kontrak. Umpan balik dari pengguna akhir-seperti teknisi, operator lapangan, atau unit pemeliharaan-sangat penting untuk mengukur performa produk lokal secara nyata. Indikator ini meliputi:
- Durabilitas dan tingkat kerusakan barang.
- Ketersediaan suku cadang atau layanan teknis.
- Kemudahan operasional dan perawatan.Jika skor kepuasan tinggi untuk produk lokal, maka instansi dapat menjadikannya referensi tetap untuk proyek serupa di masa mendatang.
5. Tantangan dalam Pembedaan Produk
5.1. Sertifikat TKDN Palsu atau Kadaluarsa
Maraknya praktik manipulatif dari beberapa vendor yang mengajukan sertifikat TKDN palsu, expired, atau tidak relevan dengan produk yang ditawarkan, menuntut kewaspadaan ekstra dari PPK. Hal ini dapat terjadi karena kesenjangan informasi, kelalaian, atau upaya curang dari penyedia. Solusi paling mendasar adalah dengan selalu memverifikasi ke portal PSE TKDN dan tidak hanya menerima dokumen cetak tanpa pengecekan sistem.
5.2. Pasar Lokal Terbatas
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua jenis barang atau jasa tersedia dalam bentuk PDN. Untuk sektor tertentu seperti teknologi tinggi, alat laboratorium mutakhir, atau suku cadang industri berat, industri lokal belum memiliki kapasitas yang memadai. Dalam kondisi ini, PPK menghadapi dilema antara melindungi prinsip kebijakan PDN dan memenuhi kebutuhan teknis proyek. Ketepatan penilaian PPK sangat dibutuhkan agar tidak salah mengartikan keterbatasan sebagai pembenaran untuk menghindari preferensi PDN.
5.3. Perbedaan Harga dan Kualitas
Produk lokal, dalam beberapa kasus, memang memiliki harga sedikit lebih tinggi dibanding impor massal dari luar negeri. Ini terjadi karena skala produksi yang lebih kecil, teknologi yang belum optimal, atau biaya bahan baku dalam negeri yang lebih tinggi. Selain itu, standar mutu lokal kadang belum konsisten. PPK harus mampu menilai dengan pendekatan total cost of ownership (TCO), termasuk biaya purna jual dan ketersediaan layanan pasca-kontrak. Dengan pendekatan ini, produk lokal tetap kompetitif secara keseluruhan meski harga awal sedikit lebih mahal.
5.4. Keterbatasan Data Pasar
Saat menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS), PPK sering kesulitan memperoleh data pasar yang memadai, baik untuk harga produk lokal maupun impor. Keterbatasan katalog harga resmi, belum tersedianya direktori penyedia TKDN, serta kurangnya integrasi data antar-instansi membuat proses benchmarking tidak optimal. Akibatnya, PPK kesulitan membandingkan secara adil dan membuat keputusan yang berbasis data kuat.
5.5. Tekanan Waktu
Situasi darurat, proyek percepatan, atau tenggat anggaran membuat PPK sering memilih opsi tercepat, meski harus mengorbankan prinsip penggunaan produk lokal. Produk impor yang siap kirim dan dokumentasinya ringkas menjadi jalan pintas yang sering dipilih. Jika tidak diantisipasi dengan strategi mitigasi yang jelas, tekanan waktu ini akan membuat kebijakan PDN hanya menjadi formalitas di atas kertas.
6. Strategi Memastikan Pembedaan yang Akura
6.1. Pelatihan Verifikasi TKDN
Langkah awal penguatan kapasitas PPK adalah menyelenggarakan workshop teknis tentang TKDN, dengan materi seperti:
- Tata cara membaca sertifikat TKDN.
- Penggunaan portal PSE TKDN secara praktis.
- Simulasi deteksi sertifikat palsu atau tidak relevan.Pelatihan ini tidak hanya ditujukan bagi PPK, tetapi juga staf teknis dan tim verifikasi administrasi untuk memastikan akurasi lintas fungsi.
6.2. Database Penyedia PDN
Pemerintah, melalui LKPP dan Kemenperin, dapat membangun dan memperbarui secara berkala database penyedia bersertifikat TKDN, yang dapat diakses publik dan terintegrasi dengan sistem e-Pengadaan. PPK cukup memilih dari daftar tersebut untuk menghindari risiko menerima penyedia abal-abal. Database ini juga mencantumkan komoditas, nilai TKDN, kapasitas produksi, dan wilayah distribusi.
6.3. Kolaborasi dengan Asosiasi Industri Lokal
Instansi pengadaan dapat menginisiasi temu bisnis rutin bersama asosiasi industri dalam negeri. Kegiatan seperti market sounding, demo day, atau pameran produk lokal akan membuka akses PPK terhadap portofolio penyedia nasional yang berkualitas. Selain menambah wawasan, kerja sama ini memperpendek jarak antara kebutuhan pengadaan dan solusi yang bisa ditawarkan industri dalam negeri.
6.4. Sistem E-Pengadaan yang Lebih Pintar
Inovasi sistem SPSE atau e-Procurement perlu mencakup:
- Integrasi API dengan PSE TKDN untuk pengecekan otomatis saat vendor mengunggah dokumen.
- Fitur filter penawaran berdasarkan TKDN/PDN.
- Dashboard capaian PDN dan pemetaan penyedia berbasis lokasi.Dengan dukungan teknologi, proses verifikasi dan pengambilan keputusan dapat dilakukan lebih cepat dan akurat.
6.5. Insentif Penggunaan Produk Lokal
Agar preferensi produk dalam negeri tidak hanya jadi beban, perlu ada penghargaan untuk keberhasilan. Misalnya:
- PPK yang berhasil menjaga rasio PDN di atas target nasional mendapatkan insentif kinerja.
- Instansi dengan capaian TKDN tertinggi secara nasional diberikan award dan peningkatan dukungan anggaran.
- Vendor lokal berkinerja unggul diberi label khusus “Penyedia Utama Nasional” sebagai bentuk pengakuan formal.Insentif semacam ini memberi motivasi tambahan dan memperkuat ekosistem keberpihakan terhadap produk dalam negeri.
7. Studi Kasus Singkat: Proyek Pembangunan Kelas Sekolah
Konteks Proyek
Sebuah instansi pendidikan di tingkat kabupaten mendapatkan anggaran untuk rehabilitasi ruang kelas dasar di 15 sekolah. Kebutuhan utama mencakup meja dan kursi murid dengan standar ergonomis dan ketahanan minimal 5 tahun. PA menugaskan PPK untuk memastikan pengadaan dilakukan dengan prinsip keberpihakan pada produk dalam negeri, sejalan dengan target penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) dan TKDN dalam Perpres 46/2025.
Langkah Strategis PPK:
1. Verifikasi TKDN
PPK terlebih dahulu melakukan pencarian di portal PSE TKDN, dan berhasil menemukan 12 produsen mebel yang sudah tersertifikasi TKDN dengan nilai berkisar antara 35%-70%. PPK mencatat detail sertifikat, tanggal berlaku, dan jenis produk masing-masing.
2. Survei Harga Pasar
PPK menghubungi dan membandingkan harga dari tujuh produsen mebel lokal di tiga provinsi terdekat. Hasilnya:
- Harga produk lokal berkisar Rp 450.000 – Rp 580.000 per unit (meja & kursi).
- Sementara harga produk impor serupa (yang selama ini digunakan) mencapai Rp 600.000 – Rp 650.000.Perbandingan ini menjadi dasar penyusunan HPS dan pertimbangan preferensi harga untuk produk TKDN.
3. Pengujian Fisik Produk
PPK meminta dua produsen lokal untuk mengirimkan sampel fisik ke laboratorium Dinas Perindustrian kabupaten. Hasil uji menunjukkan bahwa:
- Produk lokal memenuhi standar SNI untuk furnitur pendidikan, baik dari sisi struktur, finishing, maupun keamanan bahan.
- Salah satu produk bahkan menunjukkan ketahanan lebih tinggi dalam uji beban dinamis.
4. Penyusunan Dokumen Pemilihan
PPK menetapkan metode tender terbuka dengan kriteria evaluasi sebagai berikut:
- Bobot TKDN: 30%, dihitung berdasarkan nilai sertifikat dan komitmen penyedia terhadap komponen lokal.
- Harga: 50%, dengan skema preferensi harga 15% untuk TKDN di atas 40%.
- Mutu teknis: 20%, berdasarkan review hasil uji sampel dan rencana jaminan purnajual.
5. Hasil Pelaksanaan
- 100% kontrak diberikan ke produsen lokal, yang memiliki pabrik di dalam provinsi.
- Biaya total 5% lebih rendah dibanding opsi impor yang pernah dilakukan dalam tahun sebelumnya.
- Lead time hanya 2 minggu, dibandingkan 6 minggu saat menggunakan penyedia impor.
- Pengiriman lebih efisien, risiko kerusakan logistik menurun, dan layanan purnajual mudah dijangkau.
Dampak Positif Proyek
- Memberdayakan UMKM dan tenaga kerja lokal.
- Capaian PDN masuk ke dalam laporan kinerja instansi sebagai nilai tambah dalam audit.
- Produk lebih sesuai dengan kebutuhan lokal (tinggi meja, model kursi, finishing ramah lingkungan).
- Menjadi contoh replikasi untuk proyek serupa di dinas lain dan di APBD tahun berikutnya.
8. Rekomendasi Kebijakan untuk Meningkatkan Kapasitas PPK
8.1. Modul E-Learning TKDN
- Pemerintah perlu menyediakan platform e-learning berbasis kompetensi khusus bagi PPK, dengan fokus pada:
- Cara membaca dan memverifikasi sertifikat TKDN.
- Studi kasus pembeda lokal vs impor.
- Simulasi verifikasi melalui portal PSE TKDN.
- Modul ini sebaiknya tersedia secara gratis, berbasis video pendek, kuis interaktif, dan sertifikat elektronik yang dicetak otomatis setelah kelulusan.
- Materi perlu diperbarui setiap 6 bulan sesuai perubahan regulasi dan daftar produk industri strategis.
8.2. Roadshow Industri Lokal
- Kementerian/LKPP dan pemerintah daerah dapat menyelenggarakan “TKDN Expo” di tiap provinsi secara tahunan.
- Kegiatan ini menampilkan:
- Produk unggulan lokal dengan TKDN tinggi.
- Klinik sertifikasi TKDN bagi produsen yang belum memiliki dokumen.
- Sesi khusus bagi PPK untuk berdialog langsung dengan vendor.
- Roadshow ini mendorong keterbukaan informasi pasar lokal dan membangun jejaring kerja antara instansi pengadaan dan pelaku industri.
8.3. Fasilitasi Akses Laboratorium
- Banyak pengadaan gagal membedakan kualitas karena tidak ada fasilitas pengujian barang yang mudah diakses. Oleh sebab itu:
- Dinas Perindustrian dapat menyediakan uji gratis atau bersubsidi bagi instansi pemerintahan.
- Layanan dapat mencakup: uji kekuatan material, komposisi bahan, efisiensi energi, dan kesesuaian dengan SNI.
- PPK cukup menyerahkan sampel barang dari penyedia yang lulus administrasi, lalu hasilnya dijadikan bahan evaluasi teknis.
8.4. Sertifikat Tambahan bagi PPK
- Dibentuk program lanjutan bernama “PPK Ahli TKDN”, yang berisi:
- Pelatihan mendalam tentang kebijakan PDN.
- Praktik langsung melakukan simulasi evaluasi TKDN.
- Studi banding ke industri dalam negeri.
- Sertifikasi ini dapat menjadi syarat tambahan untuk promosi jabatan PPK atau syarat untuk menangani paket strategis berskala besar.
- Sertifikat ini juga dapat ditandai dalam sistem e-Procurement sebagai keahlian khusus, memperkuat profesionalisme PPK.
9. Kesimpulan
Kemampuan PPK membedakan produk lokal dan impor merupakan fondasi keberhasilan kebijakan PDN. Verifikasi sertifikat TKDN, survei Harga Perkiraan Sendiri, uji spesifikasi, dan dukungan regulasi serta teknologi harus dioptimalkan. Dengan strategi pelatihan, database penyedia, kolaborasi industri, dan insentif, PPK dapat secara akurat mengarahkan anggaran publik pada produk lokal yang berkualitas, mendukung penguatan ekonomi nasional, serta mewujudkan target preferensi PDN dalam Perpres 46/2025.