Pendahuluan
Penambahan pekerjaan dalam kontrak pengadaan merupakan momen kritis yang kerap memicu perdebatan antara pihak pemberi kerja (PPK) dan penyedia jasa atau barang. Ketika dokumen kontrak awal tidak lagi mencukupi untuk menangani kondisi lapangan atau kebutuhan tambahan, muncul pertanyaan: apakah perubahan lingkup pekerjaan tersebut dibenarkan secara hukum dan administratif? Fleksibilitas dalam pelaksanaan proyek memang penting untuk mencapai kualitas dan tujuan akhir, namun tanpa pengendalian yang tepat, risiko pembengkakan biaya (cost overrun), keterlambatan penyelesaian, hingga sengketa kontrak dapat meningkat. Oleh karena itu, artikel ini mengupas secara mendalam aspek-aspek yang harus dipahami: peraturan yang mengatur, prinsip-prinsip kontrak, tata cara administrasi, justifikasi teknis, batasan nilai dan jenis pekerjaan, hingga dampak hukum dan strategi mitigasi.
1. Landasan Hukum Penambahan Pekerjaan
Penambahan pekerjaan dalam kontrak pemerintah secara eksplisit diatur oleh Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perpres 16/2018) beserta Peraturan Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Negara (LKPP). Dalam Perpres 16/2018, Pasal 75 ayat (3) mengatur bahwa perubahan kontrak yang mengakibatkan penambahan nilai tidak boleh melebihi 20% dari nilai kontrak awal untuk pekerjaan konstruksi, dan 10% untuk barang/jasa non-konstruksi. Selain itu, Permen LKPP No. 12/2021 menjabarkan langkah-langkah teknis pelaksanaan perubahan kontrak, termasuk persyaratan administrasi. Landasan hukum ini memastikan bahwa meski perubahan diperlukan, akuntabilitas anggaran publik tetap terjaga. Pelanggaran batasan ini berpotensi menimbulkan temuan audit BPK dan sanksi administratif bagi ASN maupun penyedia.
2. Prinsip-prinsip Kontrak Pengadaan
Kontrak pengadaan berlandaskan pada tiga pilar utama: kesepakatan bersama (mutual agreement), kepastian hukum (legal certainty), dan keterbukaan (transparency).
- Kesepakatan Bersama: Setiap perubahan lingkup pekerjaan memerlukan persetujuan tertulis dari kedua belah pihak. Ini melibatkan proses negosiasi ulang harga, jadwal, dan kualitas-yang harus diabadikan dalam addendum.
- Kepastian Hukum: Kontrak harus memuat klausul perubahan secara rinci, mencakup mekanisme penambahan, pengurangan, atau modifikasi pekerjaan. Klausul ini menjadi acuan dalam menangani permohonan perubahan sehingga mencegah interpretasi yang bias.
- Keterbukaan: Dokumen perubahan, termasuk justifikasi teknis dan analisis biaya, wajib diunggah dalam sistem e-procurement. Transparansi ini memudahkan pemantauan realisasi anggaran oleh para stakeholder dan auditor.
Ketiga prinsip ini bersinergi untuk menciptakan iklim pengadaan yang adil, efisien, dan akuntabel.
3. Kondisi yang Memungkinkan Penambahan Pekerjaan
Tidak setiap kebutuhan baru secara otomatis bisa ditambahkan ke kontrak. Penambahan pekerjaan hanya dibenarkan jika berada dalam koridor kondisi tertentu yang bersifat teknis, regulatif, atau keadaan darurat. Tiga kategori utama yang mengizinkan penambahan adalah:
- Kondisi Force Majeure atau Unforeseen Conditions: Situasi yang tidak terduga, seperti bencana alam, kondisi geoteknis yang ekstrem, atau hambatan alamiah yang tidak tercantum dalam dokumen lelang. Misalnya, saat pekerjaan pondasi menemukan batuan keras yang memerlukan alat bor tambahan, maka justifikasi teknis harus menunjukkan bahwa kondisi tersebut tidak dapat diprediksi dari hasil survei awal. Penambahan ini harus dibuktikan dengan laporan lapangan dan dukungan dari konsultan pengawas.
- Penyesuaian Teknis untuk Memenuhi Standar Kinerja: Kadang kala, setelah konstruksi dimulai, diketahui bahwa desain awal kurang memadai untuk memenuhi spesifikasi fungsional. Misalnya, ukuran pipa saluran air yang tidak mampu menampung debit hujan aktual, memerlukan penggantian dengan ukuran lebih besar. Dalam hal ini, aspek kelayakan teknis dan manfaat jangka panjang menjadi pertimbangan penting. PPK harus mengkaji ulang standar desain dengan tim teknis untuk memastikan perubahan memang mendukung kualitas proyek.
- Perubahan Regulasi atau Kebijakan Anggaran: Ketika regulasi baru mewajibkan perubahan teknis atau administratif terhadap pekerjaan yang sedang berjalan. Misalnya, jika Kementerian PUPR menerbitkan ketentuan baru tentang penggunaan bahan bangunan ramah lingkungan, maka proyek harus mengadopsi perubahan tersebut. Dalam hal ini, PPK harus mendapatkan konfirmasi resmi atas perubahan kebijakan dan menyelaraskan perubahan dengan ketersediaan anggaran.
Semua kondisi di atas wajib didukung oleh justifikasi tertulis yang mencakup alasan, dasar hukum, analisis dampak teknis dan finansial, serta pernyataan bahwa perubahan tidak mengubah tujuan utama kontrak.
4. Prosedur Administratif Penambahan Pekerjaan
Prosedur penambahan pekerjaan harus mengikuti urutan administrasi yang tertib dan terdokumentasi secara sistematis. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap perubahan yang dilakukan sah secara hukum, sesuai perencanaan anggaran, dan tidak membuka celah penyimpangan. Berikut tahapan lengkapnya:
- Pengajuan Permohonan oleh Penyedia: Penyedia menyampaikan surat permohonan perubahan pekerjaan (Change Request) kepada PPK. Surat ini harus disertai dokumen pendukung seperti laporan teknis, gambar kerja baru, dan rincian RAB pekerjaan tambahan.
- Verifikasi Dokumen oleh PPK: PPK melakukan pemeriksaan awal terhadap kelengkapan dan keabsahan dokumen. Bila ditemukan kekurangan, permohonan dikembalikan untuk dilengkapi. Proses ini penting untuk menyaring permintaan yang tidak berdasar atau kurang relevan.
- Penilaian Teknis oleh Tim Teknis: Tim teknis atau konsultan pengawas mengevaluasi kondisi lapangan, volume tambahan, metode pelaksanaan, dan menyusun perbandingan antara pekerjaan lama dan tambahan. Mereka juga menyusun Current Cost Analysis (CCA) untuk mengestimasi biaya berdasarkan harga pasar dan analisis kebutuhan waktu tambahan.
- Pemeriksaan Ketersediaan Anggaran oleh Tim Anggaran: Tim anggaran memverifikasi apakah penambahan dapat ditanggung dalam pagu anggaran yang tersedia. Jika tidak tersedia, maka proses tidak dapat dilanjutkan.
- Rapat Negosiasi Harga dan Jadwal: Rapat antara PPK, penyedia, dan pengawas diadakan untuk membahas penyesuaian harga satuan, metode pembayaran, serta tambahan waktu pelaksanaan. Negosiasi ini dituangkan dalam berita acara yang menjadi lampiran addendum.
- Penerbitan SPPK (Surat Persetujuan Perubahan Kontrak): Bila seluruh aspek disetujui, PPK menyusun dan menerbitkan SPPK sebagai dasar hukum perubahan kontrak.
- Penandatanganan Addendum Kontrak: Addendum memuat seluruh hasil kesepakatan: uraian pekerjaan tambahan, nilai perubahan, waktu pelaksanaan baru, dan lampiran dokumen teknis. Addendum ditandatangani oleh kedua belah pihak dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kontrak utama.
- Unggah Dokumen ke Sistem e-Procurement: Semua dokumen addendum harus diunggah ke SPSE sebagai bagian dari transparansi dan akuntabilitas pengadaan.
Proses ini umumnya memakan waktu antara 7 hingga 21 hari kerja tergantung tingkat kompleksitas pekerjaan tambahan, kesiapan dokumen, dan koordinasi antar pihak.
5. Peran Dokumen Pendukung dan Justifikasi Teknis
Dokumen pendukung adalah tulang punggung setiap permohonan perubahan pekerjaan dalam kontrak. Tanpa dokumen yang komprehensif, valid, dan terstruktur, permohonan perubahan akan sangat sulit diverifikasi oleh PPK. Dokumen-dokumen ini berfungsi sebagai bukti objektif yang menunjukkan adanya kebutuhan nyata dan mendesak untuk melakukan perubahan. Lebih dari itu, dokumen-dokumen ini menjadi dasar pertimbangan teknis, administratif, dan keuangan bagi tim verifikasi serta alat pertanggungjawaban dalam audit di kemudian hari.
- Laporan Inspeksi Lapangan: Dokumen ini memuat bukti visual berupa foto kondisi aktual di lapangan, peta lokasi temuan, serta data teknis seperti hasil pengujian tanah (soil test), uji beton (NDT), atau pengukuran topografi ulang. Laporan ini harus disusun oleh tim pengawas atau konsultan pengawas proyek dan ditandatangani oleh personel bersertifikat. Temuan dalam laporan ini menjadi dasar utama bahwa kondisi eksisting berbeda signifikan dari asumsi awal.
- Spesifikasi Teknis Revisi: Spesifikasi ini menjabarkan secara rinci perbedaan antara desain awal dan kebutuhan aktual. Misalnya, dari sebelumnya menggunakan beton mutu K-250 menjadi K-350 karena kebutuhan kekuatan tambahan, atau penggantian jenis atap karena ketersediaan bahan di pasaran. Spesifikasi ini harus mengacu pada standar teknis nasional (SNI) atau best practice internasional jika relevan.
- Current Cost Analysis (CCA): CCA adalah dokumen analisis biaya berbasis harga pasar terkini. Ia mencakup perhitungan volume pekerjaan tambahan, satuan harga terkini, dan komponen overhead jika dibenarkan. Rincian anggaran biaya (RAB) harus dilengkapi dengan referensi sumber harga, seperti katalog elektronik (e-katalog), hasil survei harga, atau perbandingan proyek sejenis. Tanpa CCA yang valid, nilai penambahan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara fiskal.
- Analisis Jadwal (Time Impact Analysis): Dokumen ini menilai dampak perubahan terhadap jadwal keseluruhan proyek. Analisis dilakukan dengan memetakan kembali critical path menggunakan tools seperti Microsoft Project atau Primavera. Jika terjadi penambahan durasi, maka harus dihitung konsekuensi logistik dan biaya tambahan akibat perpanjangan pekerjaan. Analisis ini menjadi acuan dalam menetapkan waktu tambahan yang realistis dan sah.
Selain keempat dokumen utama di atas, dokumen pendukung lain seperti notulen rapat teknis, surat keterangan dari pemilik lahan, surat perintah kerja tambahan sementara (jika ada), dan dokumen penganggaran internal instansi (DIPA revisi) juga dapat menjadi pelengkap penting. Tanpa dokumentasi lengkap, PPK tidak dapat memverifikasi urgensi dan proporsionalitas penambahan biaya, sehingga permohonan sangat berpotensi ditolak baik secara administratif maupun teknis.
6. Batasan Nilai dan Jenis Pekerjaan
Penambahan pekerjaan tidak dapat dilakukan secara bebas tanpa batas. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan peraturan turunannya seperti Permen LKPP Nomor 12 Tahun 2021 menetapkan batasan yang tegas, baik dari sisi nilai maupun jenis pekerjaan yang dapat ditambahkan dalam kontrak eksisting.
- Batasan Nilai: Untuk kontrak pekerjaan konstruksi, penambahan nilai maksimal adalah 20% dari nilai kontrak awal. Sedangkan untuk kontrak barang dan jasa lainnya (non-konstruksi), batas maksimalnya adalah 10%. Batas ini dihitung secara kumulatif dari seluruh addendum selama masa pelaksanaan. Tujuan dari pembatasan ini adalah untuk mencegah perubahan kontrak yang terlalu besar sehingga merusak prinsip persaingan dan efisiensi pengadaan.
- Batasan Jenis Pekerjaan: Penambahan pekerjaan hanya diperbolehkan jika jenis pekerjaan tersebut masih dalam lingkup yang sama atau relevan secara teknis dengan pekerjaan utama dalam kontrak. Contohnya, jika kontrak awal adalah pembangunan jembatan, maka penambahan pekerjaan untuk perkuatan fondasi atau penambahan railing pelindung masih dibenarkan. Namun jika tiba-tiba ditambahkan pekerjaan pembangunan pagar kantor, maka hal itu keluar dari ruang lingkup dan tidak diperbolehkan. Selain itu, tenaga kerja, metode, dan material yang digunakan untuk pekerjaan tambahan juga harus senada dengan pekerjaan utama.
Apabila penambahan nilai pekerjaan melebihi batas yang diperkenankan, maka instansi wajib melakukan proses pengadaan ulang (re-procurement) untuk pekerjaan tambahan tersebut. Mekanisme ini menegaskan pentingnya menjaga transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi penggunaan anggaran negara. Pengadaan ulang memberikan kesempatan kepada penyedia lain untuk ikut serta, sehingga menghindari praktik penunjukan langsung yang tidak sah dan berisiko hukum tinggi. Oleh karena itu, setiap rencana penambahan pekerjaan harus dianalisis sejak awal secara teknis dan administratif untuk memastikan bahwa perubahan masih berada dalam koridor regulasi dan prinsip good governance.
Kesimpulan
Penambahan pekerjaan dalam kontrak pengadaan bisa diterima secara sah jika mengikuti kerangka hukum dan prosedur administrasi yang ketat. Landasan Perpres 16/2018 dan Permen LKPP memberi batasan nilai dan tata cara perubahan. Justifikasi teknis dan dokumen pendukung menjadi penentu kelayakan. Dengan manajemen perubahan yang proaktif-mulai dari perencanaan risiko, tim khusus, hingga audit internal-risiko hukum dan reputasi dapat diminimalkan. Pada akhirnya, fleksibilitas kontrak yang dikawal oleh prinsip transparansi dan akuntabilitas akan memastikan keberhasilan proyek pengadaan.