Pendahuluan
Dalam pelaksanaan kontrak pengadaan, tidak jarang terjadi situasi di mana penyedia (vendor) gagal memenuhi kewajiban kinerja sesuai kontrak—misalnya terlambat menyelesaikan pekerjaan, kualitas tidak sesuai spesifikasi, atau gangguan lain yang menghambat pencapaian tujuan. Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), menghadapi vendor yang gagal kinerja memerlukan langkah terstruktur agar penanganan tetap sah, transparan, dan meminimalkan risiko kerugian bagi instansi. Artikel ini menguraikan konteks, mekanisme, tantangan, dan strategi yang harus dilakukan PPK ketika vendor mengalami gagal kinerja, dengan tetap berpegang pada prinsip akuntabilitas dan aturan di Perpres 46/2025.
1. Memahami Kegagalan Kinerja Vendor
1.1. Definisi Gagal Kinerja
-
Vendor dianggap gagal kinerja ketika tidak memenuhi ketentuan kontrak yang telah disepakati, baik dari segi waktu (terlambat milestone), mutu (output tidak sesuai spesifikasi atau standar), maupun layanan purna-saji (garansi, perbaikan pasca-serah terima).
1.2. Jenis Gagal Kinerja
-
Keterlambatan Waktu: Melewati batas penyelesaian milestone atau keseluruhan pekerjaan tanpa alasan yang sah.
-
Kualitas Tidak Sesuai: Hasil pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis, standar mutu, atau parameter penerimaan.
-
Kewajiban Administratif: Misalnya gagal menyerahkan dokumen laporan progres atau jaminan yang disyaratkan.
-
Pelayanan Purna: Bila kontrak mencakup garansi, vendor tidak menanggapi atau memperbaiki masalah setelah serah terima.
1.3. Penyebab Umum
-
Kapasitas sumber daya terbatas, manajemen proyek vendor lemah, kesalahan perhitungan HPS menyebabkan kekurangan modal kerja, perubahan kondisi tak terduga tanpa mitigasi memadai, atau bahkan niat buruk (kolusi, penipuan).
1.4. Pentingnya Deteksi Dini
-
Semakin awal PPK mendeteksi tanda gagal kinerja, semakin cepat tindakan korektif diambil, mengurangi dampak penundaan atau biaya tambahan. Monitoring progres rutin dan komunikasi intensif menjadi kunci.
2. Dampak Gagal Kinerja pada Proyek
-
Penundaan Output Proyek: Keterlambatan milestone dapat menunda manfaat publik atau operasional instansi.
-
Pembengkakan Biaya: Biaya tambahan untuk perbaikan, penggantian vendor, atau penalti yang berujung beban anggaran tak terduga.
-
Risiko Reputasi: Citra instansi menurun jika proyek bermasalah, mengundang temuan audit dan kepercayaan publik terganggu.
-
Gangguan Rantai Proyek Lain: Jika proyek ini menjadi bagian dari rangkaian, kegagalan kinerja bisa memengaruhi paket-paket berikutnya.
-
Beban Administratif: Proses penegakan sanksi, penyusunan adendum, atau prosedur pemutusan kontrak memerlukan waktu dan sumber daya staf.
3. Mekanisme Kontrak: Klausul untuk Mengantisipasi Gagal Kinerja
3.1. Penetapan Klausul Penalti dan Insentif
-
Penalti: Wajib dicantumkan persentase potongan bayaran jika milestone terlambat atau mutu tidak sesuai, sesuai ketentuan kontrak.
-
Insentif: Skema dorongan bagi vendor yang menyelesaikan lebih awal atau melebihi standar mutu, membantu memacu kinerja.
3.2. Jaminan Pelaksanaan
-
Bank Garansi atau Jaminan Lain: Nilai jaminan cukup untuk menutupi risiko biaya perbaikan atau penggantian vendor jika terjadi gagal kinerja.
3.3. Syarat Pelaporan Progres dan Pengawasan
-
Laporan Berkala: Jadwal laporan progres yang dipantau secara sistematis oleh PPK.
-
Inspeksi Lapangan: Pemeriksaan fisik untuk memverifikasi pekerjaan sesuai laporan.
-
Dashboard Monitoring: Memanfaatkan e‑Pengadaan atau alat internal untuk memantau capaian milestone.
3.4. Ketentuan Pemutusan Kontrak atau Penggantian Vendor
-
Aturan jelas kapan PPK dapat menempuh pemutusan kontrak (termination for default) bila kegagalan berulang.
-
Prosedur tender ulang atau penunjukan langsung vendor pengganti sesuai regulasi, dengan dokumentasi lengkap alasan dan proses.
4. Prosedur Deteksi dan Evaluasi Gagal Kinerja
4.1. Monitoring Progres Rutin
-
Pantau milestone secara berkala: jika deviasi muncul, catat sejak awal dan cari tahu penyebab.
-
Gunakan laporan tertulis dan inspeksi lapangan untuk memverifikasi kebenaran progres.
4.2. Evaluasi Teknis Mendalam
-
Jika ada indikasi masalah mutu, libatkan tim teknis untuk menilai sejauh mana hasil menyimpang dari spesifikasi.
-
Dokumentasikan temuan teknis sebagai bukti jika diperlukan tindakan sanksi.
4.3. Analisis Penyebab
-
Diskusikan dengan vendor: apakah penyebab bersifat internal (manajemen, keuangan) atau eksternal (cuaca, suplai material)?
-
Jika eksternal, periksa apakah klausul kontrak mengakomodasi mitigasi atau adendum; jika internal, pertimbangkan tindakan korektif.
4.4. Dokumentasi Formal
-
Buat Berita Acara atau Laporan Pemeriksaan: mencatat observasi, tanggal, bukti (foto, laporan laboratorium, dsb.).
-
Catat komunikasi tertulis dengan vendor (notulen rapat, email resmi) sebagai bukti upaya penanganan awal.
5. Tindakan Korektif Awal
5.1. Peringatan Tertulis
-
Keluarkan peringatan resmi kepada vendor, menyebutkan penyimpangan yang terjadi, rencana perbaikan, dan tenggat waktu klarifikasi atau perbaikan.
5.2. Rencana Perbaikan (Corrective Action Plan)
-
Bersama vendor, susun rencana pemulihan: langkah konkret, jadwal revisi milestone, dan sumber daya tambahan jika diperlukan.
-
Pastikan rencana ini disetujui tertulis dan menjadi lampiran kontrak sebagai addendum kecil.
5.3. Pengawasan Intensif
-
Tingkatkan frekuensi monitoring dan inspeksi untuk memastikan perbaikan berjalan sesuai rencana.
5.4. Evaluasi Kemampuan Vendor
-
Jika setelah peringatan dan rencana perbaikan tidak terjadi perubahan, pertimbangkan apakah vendor memiliki kapasitas teknis/keuangan untuk menyelesaikan. Bila tidak, siapkan langkah selanjutnya (sanksi lebih tegas atau penggantian).
6. Penerapan Sanksi dan Pemutusan Kontrak
6.1. Penegakan Penalti
-
Terapkan potongan pembayaran sesuai klausul, pastikan perhitungan transparan dan terdokumentasi.
-
Catat potensi dampak ke cashflow proyek dan sampaikan ke unit keuangan.
6.2. Evaluasi Ulang Kesanggupan Vendor
-
Jika kegagalan berulang, audit kemampuan vendor: keuangan, sumber daya manusia, manajemen proyek.
6.3. Pemutusan Kontrak (Termination for Default)
-
Lakukan setelah prosedur peringatan dan upaya perbaikan terbukti gagal. PPK perlu:
-
Mendokumentasikan semua bukti penyimpangan dan upaya korektif yang telah dilakukan.
-
Mendapatkan persetujuan PA/KPA sesuai nilai kontrak dan aturan internal.
-
Mengikuti prosedur e‑Kontrak untuk memasukkan dokumen pemutusan, lalu mengumumkan ke publik atau pemangku kepentingan sesuai ketentuan.
-
6.4. Penggantian Vendor
-
Lakukan proses pengadaan pengganti sesuai regulasi: tender ulang atau penunjukan langsung dalam kondisi tertentu.
-
Pastikan jaminan pelaksanaan vendor lama digunakan untuk menutupi biaya penggantian atau perbaikan.
6.5. Dokumentasi dan Audit Trail
-
Simpan seluruh dokumen: peringatan, rencana perbaikan, notulen rapat, laporan teknis, surat pemutusan, dan proses pengadaan baru agar audit dapat menelusuri langkah PPK.
7. Komunikasi dan Koordinasi dengan Pemangku Kepentingan
7.1. PA/KPA dan Unit Keuangan
-
Sampaikan dampak finansial akibat penalti atau penggantian vendor; pastikan ketersediaan anggaran cadangan untuk proses lanjut.
7.2. Tim Teknis dan Pengawas Lapangan
-
Libatkan tim teknis dalam evaluasi mutu dan inspeksi; laporkan perkembangan penanganan kegagalan.
7.3. Vendor
-
Jaga komunikasi profesional: mulai dari peringatan hingga negosiasi rencana perbaikan; hindari konfrontasi terbuka yang dapat memperkeruh situasi.
7.4. Audit Internal dan Hukum
-
Informasikan proses dan dokumentasi kepada audit internal; jika diperlukan, minta pendapat unit hukum untuk memastikan langkah PPK sesuai prosedur dan menghindarkan risiko gugatan.
7.5. Publik atau Pemangku Kepentingan Eksternal
-
Jika proyek berdampak luas, ringkasan situasi (tanpa merinci sengketa) dapat disampaikan untuk menjaga transparansi, misalnya mengenai penundaan dan upaya penanganan.
8. Mitigasi Risiko di Tahap Awal Pengadaan
8.1. Due Diligence Vendor
-
Sebelum kontrak: cek rekam jejak kinerja, kapasitas keuangan, dan referensi proyek sejenis.
8.2. Klausul Kontrak yang Kuat
-
Rancang klausul yang jelas tentang milestone, mutu, penalti, jaminan pelaksanaan, dan syarat layanan purna.
8.3. Jaminan Pelaksanaan Memadai
-
Persyaratkan jaminan dengan nilai cukup untuk menutupi potensi biaya jika vendor gagal.
8.4. Skema Pembayaran Bertahap
-
Bayar berdasarkan progres terverifikasi, bukan di muka penuh, agar meminimalkan eksposur jika kegagalan.
8.5. Monitoring Proaktif
-
Gunakan dashboard, laporan berkala, dan inspeksi lapangan agar tanda-tanda kegagalan terdeteksi cepat.
8.6. Rencana Kontinjensi
-
Sediakan daftar alternatif vendor cadangan atau mekanisme darurat (misalnya paket terpisah) bila diperlukan pergantian.
9. Tantangan dalam Penanganan Gagal Kinerja
-
Negosiasi Sulit: Vendor mungkin keberatan penalti atau penilaian ulang, memerlukan keterampilan negosiasi PPK.
-
Keterbatasan Anggaran Cadangan: Instansi mungkin tidak menyiapkan dana untuk penggantian vendor, menunda proses lanjutan.
-
Proses Hukum atau Sengketa: Vendor yang merasa dirugikan dapat menggugat; PPK perlu dokumen kuat dan pendapat hukum.
-
Sikap Vendor: Vendor bermasalah mungkin mengulur waktu atau menolak rencana perbaikan.
-
Waktu Tambahan: Penanganan gagal kinerja menambah durasi proyek secara keseluruhan.
-
Dampak Rantai Proyek Lain: Jika proyek saling terkait, keterlambatan atau penggantian vendor berdampak pada paket lain.
10. Strategi Penguatan Kapasitas PPK
10.1. Pelatihan Manajemen Konflik dan Negosiasi
-
Workshop teknik komunikasi efektif saat menghadapi vendor bermasalah.
10.2. Pemahaman Regulasi dan Prosedur Hukum
-
Pelatihan tentang klausul kontrak, mekanisme pemutusan, dan prosedur sengketa agar langkah PPK sesuai aturan.
10.3. Peningkatan Monitoring Tools
-
Kembangkan dashboard internal untuk deteksi dini deviasi progres dan kualitas.
10.4. Mentoring Kasus Gagal Kinerja
-
Belajar dari kasus nyata: bagaimana PPK lain menanganinya, pelajaran apa yang dapat diterapkan.
10.5. Kolaborasi dengan Unit Hukum dan Audit Internal
-
Pastikan proses penanganan didampingi unit terkait untuk memitigasi risiko hukum atau temuan audit.
10.6. Pengelolaan Anggaran Cadangan
-
Dorong instansi menyiapkan dana kontinjensi untuk mengantisipasi biaya penggantian atau perbaikan.
10.7. Pengembangan SOP Penanganan Gagal Kinerja
-
Buat prosedur baku: deteksi, evaluasi, peringatan, negosiasi, penalti, pemutusan, dan penggantian vendor, sehingga PPK memiliki panduan jelas.
11. Studi Kasus Singkat: Penanganan Vendor Konstruksi yang Terhenti
-
Konteks: Vendor konstruksi jembatan desa mengalami kesulitan keuangan dan menghentikan pekerjaan pada 60% progres.
-
Langkah PPK:
-
Deteksi Awal: Inspeksi lapangan menemukan pekerjaan terhenti dan laporan progres tidak lengkap.
-
Evaluasi Teknis dan Keuangan: Tim menilai sisa pekerjaan dan memeriksa jaminan pelaksanaan untuk menutupi biaya penggantian.
-
Peringatan dan Diskusi: Peringatan resmi dikirim, vendor diminta memaparkan rencana pemulihan. Usai diskusi, terungkap vendor tidak mampu melanjutkan.
-
Persetujuan Pemutusan: PPK menyusun rekomendasi pemutusan kontrak kepada PA/KPA, dengan dasar bukti dokumentasi dan pendapat hukum.
-
Proses Penggantian: Tender ulang paket sisa pekerjaan atau penunjukan langsung vendor cadangan sesuai regulasi; biaya ditutupi dari jaminan pelaksanaan vendor lama.
-
Monitoring Pelaksanaan Baru: PPK memastikan vendor baru memulai dengan pengecekan ulang kondisi eksisting; menetapkan jadwal realistis dan inspeksi ketat.
-
Evaluasi Eks-Post: Laporan lengkap disusun: penyebab awal gagal, efektivitas jaminan, dan pelajaran untuk perencanaan proyek mendatang (misalnya lebih teliti memeriksa kapasitas keuangan vendor di seleksi awal).
-
-
Hasil: Pekerjaan lanjutan selesai, anggaran tambahan minimal karena jaminan terpakai; audit internal mencatat proses transparan dan dokumentasi lengkap mencegah sengketa.
12. Kesimpulan
Menghadapi vendor yang gagal kinerja menuntut PPK melakukan tindakan terstruktur: deteksi dini melalui monitoring rutin, evaluasi teknis dan keuangan secara mendalam, peringatan resmi, rencana perbaikan, serta jika perlu penegakan sanksi atau pemutusan kontrak dengan prosedur yang sah. Selain itu, PPK perlu mengantisipasi di tahap awal melalui due diligence, klausul kontrak yang kuat, dan rencana kontinjensi. Tantangan negosiasi, keterbatasan anggaran cadangan, atau risiko sengketa bisa diatasi dengan pelatihan manajemen konflik, kolaborasi dengan unit hukum, dan pengembangan SOP khusus. Dengan kapasitas PPK yang kuat dan prosedur jelas, instansi dapat mengelola risiko gagal kinerja vendor, menjaga kualitas proyek, mengurangi kerugian, dan memastikan transparansi serta akuntabilitas sepanjang siklus pengadaan.