PPK Kini Harus Jadi Penilai Kinerja Vendor yang Objektif

Pendahuluan

Penilaian kinerja vendor oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kini menjadi kewajiban penting dalam ekosistem pengadaan digital sesuai Perpres 46/2025. Penilaian objektif tidak hanya menjadi umpan balik bagi vendor, tetapi juga dasar evaluasi kualitas proyek di masa mendatang, mitigasi risiko, dan transparansi kepada publik. Dengan e-Pengadaan yang mencatat skor kinerja secara digital, PPK harus mampu mengukur aspek kualitas, tepat waktu, dan kepatuhan kontrak secara adil dan terstruktur. Artikel ini membahas secara sistematis latar belakang, kerangka regulasi, indikator, mekanisme, tantangan objektivitas, serta strategi PPK agar penilaian kinerja vendor berjalan efektif dan akuntabel.

1. Latar Belakang Pentingnya Penilaian Kinerja Vendor 

1.1. Dampak Penilaian pada Mutu Pengadaan

Penilaian kinerja vendor oleh PPK menjadi tolok ukur keberhasilan setiap proyek pengadaan. Umpan balik yang akurat—berdasarkan bukti lapangan dan data progres—memberi dampak langsung pada perbaikan berkelanjutan: vendor dapat mengidentifikasi area lemah dalam manajemen proyek, kualitas material, atau kepatuhan prosedur, lalu memperbaikinya pada kontrak selanjutnya. Bagi instansi, rekam jejak kinerja ini menjadi referensi utama saat seleksi: vendor dengan skor baik lebih diprioritaskan, sehingga risiko keterlambatan atau kualitas buruk di masa depan berkurang. Dengan demikian, penilaian kinerja bukan sekadar formalitas pasca-serah terima, tetapi instrumen strategis untuk meningkatkan mutu pengadaan secara sistematis dan mengurangi potensi biaya pembenahan di kemudian hari

1.2. Transparansi dan Akuntabilitas

Dalam era digital, skor kinerja vendor terekam di sistem e-Pengadaan atau database nasional, yang dapat diakses instansi lain ketika merencanakan pengadaan serupa. Pencatatan ini mendorong budaya transparansi: seleksi vendor bukan berdasarkan relasi personal, melainkan data objektif dari penilaian terdahulu. Proses ini mengurangi peluang kolusi atau nepotisme, karena calon vendor yang bermasalah pernah mendapatkan skor rendah akan teridentifikasi secara otomatis . Selain itu, akuntabilitas PPK dan tim terjaga: jika terjadi permasalahan selama atau setelah proyek, auditor dapat menelusuri bagaimana penilaian awal dilakukan, tindakan korektif apa yang diambil, dan apakah skor dicantumkan sesuai bukti. Mekanisme ini memperkuat kepercayaan publik terhadap tata kelola pengadaan.

1.3. Mitigasi Risiko Proyek

Data historis kinerja vendor memungkinkan PPK mengantisipasi potensi risiko di awal. Misalnya, jika rekam jejak menunjukkan vendor sering terlambat menyelesaikan milestone di proyek sejenis, PPK dapat menyiapkan rencana mitigasi: menetapkan jaminan kinerja lebih tinggi, memasukkan klausul penalti tegas, atau menyiapkan daftar cadangan vendor sejak awal. Dengan demikian, keputusan kontrak tidak semata berdasar harga terendah, tetapi juga mempertimbangkan risiko repeat-performance. Pendekatan ini membantu instansi mengurangi kemungkinan kegagalan proyek, overspend anggaran, dan penundaan yang merugikan publik. Penilaian objektif menjadi instrumen mitigasi risiko lebih awal dan landasan pengambilan keputusan strategis dalam perencanaan pengadaan selanjutnya.

2. Dasar Regulasi dan Kebijakan Terkait Penilaian Kinerja Vendor

2.1. Perpres 46/2025 dan Pedoman LKPP

Perpres 46/2025 mengamanatkan penggunaan e-Kontrak dan pencatatan kinerja penyedia pasca-serah terima sebagai bagian dari sistem e-Pengadaan nasional. Pasal-pasal terkait mengharuskan PPK memasukkan nilai kinerja vendor ke platform sehingga data terintegrasi dalam database nasional. LKPP selanjutnya menerbitkan pedoman teknis tentang indikator yang digunakan—meliputi kualitas pekerjaan, ketepatan waktu, dan kepatuhan kontrak—serta cara input nilai dan bukti pendukungnya. Pedoman ini menegaskan bahwa skor harus diisi berdasarkan bukti objektif: hasil inspeksi lapangan, laporan progres digital, dan dokumentasi lain yang relevan, sehingga mendukung konsistensi dan akuntabilitas antar-instansi.

2.2. Integrasi dalam Proses Tender

Hasil penilaian tercatat dalam database nasional LKPP, yang kemudian diakses saat vendor mengikuti tender berikutnya. Dengan demikian, seleksi menjadi berbasis data (“data-driven”)—bukan semata harga terendah—karena PPK dapat melihat rekam jejak kinerja: skor tinggi meningkatkan peluang, skor rendah memerlukan klarifikasi atau perbaikan sebelum diikutsertakan lagi. Integrasi ini memperkuat kompetisi sehat dan menciptakan tekanan positif bagi vendor untuk menjaga kualitas layanan. Selain itu, tim evaluasi tender dapat memfilter calon berdasarkan kriteria kinerja, mempercepat proses dan meminimalkan risiko kegagalan.

2.3. Kebijakan Akuntabilitas

Penilaian kinerja vendor yang akurat membantu audit internal dan eksternal menilai efektivitas pengadaan. Auditor dapat mengecek apakah PPK telah melakukan evaluasi sesuai pedoman, dan apakah skor tercatat berdasarkan bukti yang memadai. Kebijakan ini juga mendorong vendor meningkatkan kualitas layanan, karena konsekuensi skor buruk berdampak pada reputasi dan peluang bisnis pemerintah. Dengan mekanisme akuntabilitas yang jelas, instansi menunjukkan komitmen pada tata kelola baik, meningkatkan kepercayaan stakeholder, dan mendukung penggunaan anggaran yang bertanggung jawab.

3. Indikator Penilaian Kinerja Vendor 

3.1. Kualitas Pekerjaan

  • Definisi dan Standar: Spesifikasi teknis harus diuraikan dalam kontrak dengan tolok ukur yang terukur (misalnya standar mutu material, toleransi dimensi, atau hasil uji laboratorium). PPK perlu menyusun checklist inspeksi lapangan dan parameter uji untuk verifikasi.

  • Verifikasi Objektif: Laporan hasil inspeksi, foto/video dokumentasi, dan dokumen pengujian laboratorium menjadi bukti. PPK bersama tim teknis memberikan skor berdasarkan persentase kesesuaian dengan spesifikasi. Misalnya, 90–100% sesuai spesifikasi mendapat nilai penuh, 80–89% mendapat nilai sedang, dan seterusnya.

3.2. Ketepatan Waktu

  • Milestone dan Jadwal Terukur: Dalam kontrak, milestone ditetapkan dengan tanggal pasti atau rentang waktu. PPK mencatat deviasi dan mendokumentasikan penyebab (force majeure, kendala teknis, atau manajemen vendor).

  • Skor Berdasarkan Deviasi: PPK menetapkan bobot keterlambatan—misalnya keterlambatan ≤5% dari durasi total mendapat penalti kecil, >5% masuk kategori berat. Data ini diinput ke sistem untuk menghasilkan skor yang konsisten.

3.3. Kepatuhan Administratif

  • Laporan Progres dan Dokumen Pendukung: Vendor wajib menyerahkan laporan berkala (harian/mingguan/bulanan) sesuai kontrak, serta dokumen pendukung (laporan keuangan proyek, jaminan pelaksanaan). PPK memeriksa kelengkapan dan ketepatan waktu pengiriman.

  • Penilaian Poin Administratif: Poin penuh jika semua dokumen diserahkan lengkap tepat waktu; poin berkurang jika ada keterlambatan atau kelalaian dokumen. Hal ini memotivasi vendor menjaga kelancaran administrasi proyek.

3.4. Respons dan Komunikasi

  • Kecepatan dan Kualitas Respons: PPK menilai seberapa cepat vendor menanggapi permintaan klarifikasi, perubahan spesifikasi, atau permasalahan teknis—misalnya batas waktu tanggapan maksimal 2 hari kerja.

  • Saluran Komunikasi: Gunakan saluran resmi (email sistem, platform e-Pengadaan, rapat online), dan catat respons untuk bukti. Skor diberikan berdasarkan kepatuhan tenggat dan kelengkapan jawaban. Komunikasi yang baik meminimalkan hambatan pelaksanaan.

3.5. Manajemen Risiko dan Penanganan Kendala

  • Proaktivitas Vendor: PPK menilai kemampuan vendor mengidentifikasi potensi risiko (cuaca, suplai material, atau perubahan regulasi) dan mengusulkan solusi proaktif (misalnya alternatif sumber material, penyesuaian jadwal) sebelum masalah memburuk.

  • Dokumentasi Rencana Mitigasi: Vendor diwajibkan mengajukan rencana mitigasi tertulis saat kontrak dimulai dan memperbaharuinya jika risiko aktual muncul. Skor tinggi diberikan jika vendor menunjukkkan inisiatif dan efektivitas penanganan kendala.

  • Evaluasi Hasil Mitigasi: PPK memeriksa apakah tindakan mitigasi berhasil dan memberikan poin berdasarkan efektivitas solusi yang diimplementasikan.

3.6. Layanan Purna (jika relevan)

  • Ruang Lingkup Garansi: Jika kontrak mencakup masa garansi atau pemeliharaan, PPK menilai respons vendor terhadap masalah setelah serah terima—misalnya waktu tanggap perbaikan, kualitas perbaikan, dan dokumentasi layanan purna.

  • Skor Layanan Purna: Poin diberikan sesuai ketentuan kontrak (misalnya perbaikan harus selesai dalam 7 hari kerja), dan kualitas hasil perbaikan diverifikasi kembali. Aspek ini penting untuk proyek infrastruktur atau layanan jangka panjang.

Dengan indikator yang didefinisikan jelas dalam kontrak awal—termasuk bobot dan metode verifikasi—PPK dapat menjalankan penilaian kinerja vendor secara objektif, konsisten, dan berbasis bukti, meminimalkan potensi sengketa dan meningkatkan profesionalisme ekosistem pengadaan.

4. Mekanisme dan Proses Evaluasi Kinerja

4.1. Penjadwalan Evaluasi Berkala

PPK perlu merencanakan momen evaluasi secara sistematis. Evaluasi dapat dijadwalkan setelah pencapaian milestone penting (misalnya 25%, 50%, 75% progres), pada akhir proyek (serah terima), dan selama periode garansi jika kontrak menyertakan layanan purna. Dengan menetapkan jadwal berkala ini sejak awal, PPK dan tim dapat mempersiapkan pengumpulan bukti dan partisipasi tim teknis. Setiap momen evaluasi wajib dicatat di sistem e-Pengadaan (misalnya SIKaP LKPP) untuk menghasilkan audit trail digital yang terekam otomatis, memudahkan pelacakan kapan dan berdasarkan bukti apa evaluasi dilakukan.

4.2. Pengumpulan Bukti

Dasar skor kinerja adalah bukti yang komprehensif: laporan progres tertulis, hasil inspeksi lapangan dengan checklist terstandar, foto/video dokumentasi kondisi nyata, serta laporan laboratorium atau uji kualitas (jika relevan). PPK harus memastikan tim teknis melakukan inspeksi terjadwal, mencatat temuan secara rinci, dan menyimpan berkas digital di platform e-Pengadaan. Dokumentasi lengkap ini menghindarkan penilaian bersifat opini semata, melainkan berbasis bukti terukur.

4.3. Formulir Penilaian Terstruktur

Gunakan format digital baku dalam sistem e-Pengadaan yang sudah menyesuaikan pedoman LKPP (misalnya format SIKaP atau template PerLKPP No.4/2021). Formulir diisi dalam bentuk skor pilihan ganda atau rentang nilai numerik untuk setiap indikator (misalnya 1–5 atau 0–100), beserta kolom komentar ringkas untuk menjelaskan konteks skor. Struktur ini memudahkan PPK dan tim untuk menginput data secara konsisten, serta memudahkan analisis perbandingan antarproyek. Format digital juga memungkinkan validasi otomatis (misalnya memastikan semua indikator terisi sebelum menyimpan).

4.4. Kolaborasi dengan Tim Teknis dan Audit

Penilaian tidak dilakukan PPK sendirian. Tim teknis memberikan verifikasi mutu berdasarkan inspeksi dan hasil uji; tim keuangan mengecek kesesuaian antara termin pembayaran dan progres yang dilaporkan; audit internal menilai kepatuhan prosedur pengadaan sebelum skor final ditetapkan. Kolaborasi ini penting untuk menjaga objektivitas: misalnya, jika ada deviasi progres, tim teknis menjelaskan teknis penyebab, tim keuangan menilai dampak anggaran, dan audit memastikan seluruh proses sesuai SOP. Dengan melibatkan beberapa fungsi, skor yang dihasilkan lebih holistik dan dapat dipertanggungjawabkan.

4.5. Pencatatan dan Umpan Balik

Setelah skor dimasukkan ke sistem, otomatisasi notifikasi dikirim ke vendor bersama ringkasan umpan balik: aspek mana yang perlu perbaikan dan rekomendasi konkret. Umpan balik ini mendorong vendor melakukan perbaikan pada proyek berjalan (jika masih dalam periode garansi atau milestone berikutnya) atau persiapan bagi proyek di masa depan. PPK harus memastikan catatan skor dan komentar tersimpan sebagai bagian dari dokumentasi proyek, sehingga auditor dan instansi lain dapat melihat historinya jika vendor diikutsertakan dalam tender berikutnya.

5. Tantangan dalam Menjaga Objektivitas Penilaian

5.1. Potensi Bias atau Konflik Kepentingan

PPK harus menghindari favoritisme—misalnya hubungan personal dengan pihak vendor atau mempertimbangkan keuntungan jangka pendek instansi tanpa melihat kualitas. Untuk itu, penilaian didasarkan bukti dokumenter (inspeksi, laporan progres), bukan persepsi subjektif. Melibatkan tim independen (teknis dan audit) membantu menurunkan risiko bias. Kebijakan instansi perlu menegaskan sanksi jika ditemukan konflik kepentingan dalam penilaian.

5.2. Data Tidak Lengkap atau Tidak Akurat

Seringkali laporan progres atau hasil inspeksi kurang detail, sehingga bukti tidak memadai. PPK wajib memastikan dokumentasi komprehensif: inspeksi lapangan dengan checklist terperinci, foto/video yang jelas, dan laporan uji laboratorium jika diperlukan. Staf pendukung dapat ditugasi mengorganisir dokumen sehingga saat evaluasi bukti sudah siap. Tanpa dokumentasi lengkap, skor dapat diperdebatkan dan objektivitas terkikis.

5.3. Tekanan Waktu

Beban kerja PPK yang tinggi kadang membuat evaluasi ditunda atau tergesa-gesa. Untuk mengatasinya, jadwalkan evaluasi sebagai bagian rutin kalender kerja: misalnya, setiap milestone otomatis men-trigger jadwal evaluasi di sistem. Libatkan staf pendukung untuk mengumpulkan bukti sehingga PPK hanya perlu fokus penilaian substansi. Pendekatan ini menjaga kualitas evaluasi meski jadwal padat.

5.4. Ketidaksesuaian Ekspektasi

Vendor atau stakeholder lain mungkin memiliki persepsi berbeda terhadap standar mutu atau jadwal. PPK harus mencocokkan referensi awal kontrak—dokumen spesifikasi dan jadwal milestone—dengan bukti aktual. Jika ada perbedaan interpretasi, diskusi diadakan untuk merujuk kontrak tertulis dan bukti lapangan. Dokumentasikan hasil diskusi sebagai dasar penilaian akhir agar semua pihak memahami alasan skor yang diberikan.

5.5. Kendala Sistem

Sistem e-Pengadaan harus mendukung input skor dan lampiran bukti. Jika terjadi gangguan TI (server down, masalah jaringan), PPK perlu mekanisme alternatif: pencatatan manual (hard copy atau spreadsheet offline) yang kemudian di-input saat sistem pulih. Namun, catatan manual ini tetap harus lengkap dan disimpan agar audit trail tetap terjaga. Instansi sebaiknya bekerja sama dengan tim TI untuk memastikan ketersediaan dan performa sistem selama periode evaluasi.

6. Strategi Menjaga Objektivitas Penilaian

6.1. Definisi Kriteria yang Jelas di Awal Kontrak

Cantumkan indikator penilaian, bobot masing-masing indikator, metode verifikasi, dan batas toleransi deviasi dalam kontrak awal. Misalnya, kualitas 50%, ketepatan waktu 30%, kepatuhan administratif 20%. Kesepakatan ini membantu PPK dan vendor memahami standar bersama, meminimalkan perselisihan saat evaluasi. Dokumen kontrak yang jelas menjadi acuan utama ketika memasukkan skor di sistem.

6.2. Melibatkan Tim Independen

Undang tim teknis atau audit internal sebagai co-evaluator: tim teknis untuk aspek mutu, tim keuangan untuk aspek termin pembayaran, dan audit internal untuk kepatuhan prosedur. Dengan tim lintas fungsi, skor yang dihasilkan tidak hanya hasil penilaian PPK semata, tetapi juga validasi dari berbagai perspektif. Proses ini meningkatkan kredibilitas penilaian dan meminimalkan tuduhan bias.

6.3. Pelatihan PPK tentang Penilaian Objektif

Selenggarakan workshop teknik evaluasi: cara menghindari bias kognitif, memverifikasi bukti, dan menyusun komentar konstruktif. PPK perlu memahami metodologi penilaian berbasis bukti serta etika penilaian. Pelatihan ini juga mencakup simulasi kasus nyata untuk melatih keputusan penilaian berdasarkan data.

6.4. Dokumentasi Komprehensif

Rutin lakukan inspeksi lapangan dengan checklist terstandar, foto/video bukti berkualitas, dan laporan tertulis terperinci. Semua dokumen diunggah ke platform e-Pengadaan sedini mungkin. Dokumentasi lengkap memudahkan pembuktian jika ada sengketa penilaian, serta memberi dasar kuat bagi skor yang objektif.

6.5. Sistem Review dan Banding

Sediakan mekanisme di platform e-Pengadaan bagi vendor untuk menanggapi atau mengajukan banding skor sebelum finalisasi, dengan batas waktu tertentu (misalnya 5–7 hari kerja). Proses ini memastikan transparansi dan memberi kesempatan vendor menjelaskan bukti tambahan. PPK dan tim independen meninjau tanggapan sebelum menetapkan skor akhir.

6.6. Penggunaan Data Historis

Bandingkan kinerja vendor saat ini dengan proyek sebelumnya (jika ada) untuk mendeteksi pola: misalnya apakah vendor konsisten terlambat atau bermasalah pada aspek tertentu. Data historis membantu memberikan konteks saat menilai performa terkini, sehingga keputusan didasarkan tren, bukan hanya satu hasil proyek.

7. Peran Teknologi dan Sistem e-Pengadaan

7.1. Dashboard Kinerja Vendor

Sistem e-Pengadaan (misalnya SIKaP LKPP) menampilkan ringkasan skor akhir dan grafik tren kinerja vendor dari berbagai proyek. Dashboard ini membantu PPK dan instansi lain dalam pengambilan keputusan: memilih vendor andal atau mengidentifikasi area yang perlu perbaikan. Tampilan visual memudahkan pemahaman data dan comparability antar-vendor.

7.2. Form Digital dan Otomatisasi Notifikasi

Formulir penilaian digital memudahkan input skor dan lampiran bukti, meminimalkan kesalahan format. Sistem mengotomatiskan notifikasi kepada PPK menjadwalkan evaluasi sesuai milestone, serta mengingatkan vendor untuk menyiapkan dokumentasi. Otomatisasi ini meningkatkan kepatuhan jadwal evaluasi dan mengurangi beban administratif.

7.3. Integrasi Dokumen Pendukung

Platform memungkinkan upload bukti inspeksi, laporan laboratorium, foto/video, dan dokumen pendukung lain langsung terhubung dengan entri skor. Integrasi ini memudahkan verifikasi oleh audit internal: auditor dapat membuka bukti yang relevan dari satu antarmuka, tanpa perlu mencari di folder terpisah.

7.4. Analitik dan Pelaporan

Sistem menghasilkan laporan berkala: rata-rata skor vendor, kategori kinerja buruk/baik, daftar prioritas atau blacklist sementara. Analitik ini membantu tim pengadaan merencanakan strategi: misalnya melatih vendor bermasalah atau mengevaluasi ulang metodologi pengadaan. Dampak jangka panjang: peningkatan mutu ekosistem pengadaan secara keseluruhan.

7.5. Keamanan dan Akses Terkendali

Hanya PPK dan tim yang berwenang yang dapat menginput atau memodifikasi skor, dengan jejak digital terekam (user, waktu, perubahan). Akses terkendali melindungi integritas data penilaian. Audit trail sistem memastikan setiap perubahan tersimpan, mendukung transparansi dan akuntabilitas jika ada audit eksternal.

8. Studi Kasus Singkat: Penilaian Objektif pada Proyek Infrastruktur

  • Konteks: Proyek pembangunan jembatan kecil di Kabupaten A. Beberapa vendor berpengalaman, beberapa baru.

  • Penyiapan Kriteria: PPK merumuskan indikator mutu (kekuatan material, ketepatan finishing), waktu (milestone pondasi, struktur atas), dan administrasi (laporan harian, jaminan). Bobot ditetapkan: mutu 50%, waktu 30%, administratif 20%.

  • Mekanisme Evaluasi:

    1. Inspeksi Berkala: Tim teknis independen melakukan pemeriksaan setiap milestone dengan checklist baku, mendokumentasikan foto/video.

    2. Laporan Progres Digital: Vendor mengunggah laporan harian di sistem; PPK memantau deviasi jadwal via dashboard.

    3. Skor Sementara: Setelah setiap milestone, PPK bersama tim memberikan skor sementara dan mengirim umpan balik untuk perbaikan lebih awal.

    4. Banding Skor: Vendor diberi kesempatan menanggapi jika merasa ada kekeliruan data, dengan batas waktu 3 hari kerja.

    5. Rekap Akhir: Setelah selesai, PPK menetapkan skor akhir, dan sistem mencatat ke database nasional.

  • Hasil: Vendor dengan skor konsisten tinggi diundang kembali pada paket serupa, sedangkan vendor dengan skor rendah diberi catatan perbaikan sebelum diikutsertakan lagi. Transparansi proses menimbulkan kepercayaan masyarakat dan meminimalkan sengketa.

9. Integrasi Penilaian dengan Pengembangan SDM dan Proses Pengadaan

9.1. Umpan Balik untuk Vendor

  • PPK menyediakan ringkasan skor dan rekomendasi perbaikan. Vendor dapat menggunakan ini untuk meningkatkan proses internal mereka.


9.2. Database Referensi untuk Seleksi Mendatang

  • Instansi memprioritaskan vendor berkinerja baik, sementara vendor berkinerja buruk dapat dikenai pembatasan atau diminta mengikuti perbaikan sertifikasi.

9.3. Pelatihan PPK dan Tim Teknis

  • Berdasarkan temuan umum (misalnya banyak vendor gagal di aspek administrasi), instansi menyelenggarakan pelatihan bersama vendor untuk meningkatkan pemahaman kontrak dan prosedur.

9.4. Penyempurnaan SOP Pengadaan

  • Data penilaian mengungkap area lemah dalam proses (misal metodologi evaluasi atau manajemen risiko), sehingga PPK dan tim dapat memperbarui SOP pengadaan.

9.5. Kaitan dengan Insentif dan Sanksi

  • Hasil penilaian dapat menjadi dasar insentif bagi vendor unggul (misalnya rekomendasi, prioritas), atau sanksi/prosedur remedi bagi vendor kurang baik.

10. Kesimpulan

Menjadi penilai kinerja vendor yang objektif adalah kewajiban krusial PPK di era digital pengadaan sesuai Perpres 46/2025. Melalui indikator terukur (kualitas, waktu, administrasi, respons, mitigasi risiko, dan layanan purna), mekanisme evaluasi yang terstruktur, serta dukungan sistem e-Pengadaan untuk dokumentasi dan analitik, PPK dapat memastikan penilaian adil dan data-driven. Tantangan seperti potensi bias, data tidak lengkap, dan tekanan waktu diatasi dengan definisi kriteria jelas, tim independen, pelatihan evaluasi objektif, dan dokumentasi komprehensif. Integrasi hasil penilaian ke dalam proses seleksi dan pengembangan SDM memperkuat ekosistem pengadaan: memacu vendor meningkatkan kinerja, memudahkan instansi memilih mitra andal, dan meningkatkan akuntabilitas publik.

Dengan PPK yang berperan sebagai penilai objektif, pengadaan publik menjadi lebih efektif, efisien, dan transparan—menjamin tercapainya proyek berkualitas dan penggunaan anggaran yang bertanggung jawab. Instansi perlu segera menyiapkan kerangka penilaian, sistem pendukung, dan pelatihan PPK agar kewajiban ini dijalankan optimal.