PA Harus Mengarahkan PPK Sesuai Prioritas Nasional

Pendahuluan

engguna Anggaran (PA) memegang peran strategis dalam memastikan arah dan fokus pengadaan barang/jasa selaras dengan prioritas pembangunan nasional. Sebagai penentu kebijakan anggaran di level unit kerja, PA wajib memberikan arahan yang jelas kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) agar setiap paket pengadaan mendukung program prioritas-seperti infrastruktur dasar, ketahanan pangan, transformasi digital, dan pemberdayaan UMKM. Artikel ini menguraikan mengapa sinkronisasi dengan Agenda Nasional penting, kerangka regulasi, mekanisme arahan, tantangan implementasi, serta rekomendasi praktis agar PA dapat mengarahkan PPK secara efektif.

1. Latar Belakang: Sinkronisasi dengan Prioritas Nasional

1.1. Agenda Pembangunan Nasional

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan dokumen induk yang menjabarkan arah pembangunan nasional selama lima tahun. Di dalamnya tercantum program-program prioritas seperti pembangunan infrastruktur, ketahanan pangan dan energi, penguatan sumber daya manusia, percepatan transformasi digital, hingga reformasi birokrasi. Seluruh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, diwajibkan menyelaraskan kegiatan dan anggarannya dengan prioritas ini. Dalam konteks pengadaan barang/jasa, setiap rupiah belanja harus diarahkan untuk mendukung tercapainya sasaran strategis tersebut-bukan semata memenuhi kebutuhan operasional, melainkan menjadi katalisator kemajuan sektor pembangunan yang disasar.

1.2. Peran PA sebagai Penentu Arah

Pengguna Anggaran (PA) bukan hanya bertindak sebagai pengesah alokasi dana, melainkan sebagai penentu orientasi kebijakan pengadaan dalam lingkup unit kerjanya. Di tengah kompleksitas anggaran dan beragamnya kebutuhan operasional, PA memiliki kewenangan untuk memutuskan mana yang perlu didahulukan, mana yang dapat ditunda, serta bagaimana mengatur prioritas dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap capaian nasional. Arahan PA sangat menentukan apakah paket pengadaan akan berkontribusi pada proyek strategis pemerintah, mendukung pemberdayaan ekonomi lokal, atau justru terjebak dalam rutinitas administratif tanpa nilai tambah yang signifikan.

1.3. Keterkaitan Pengadaan dan Kebijakan Sektoral

Pengadaan bukan sekadar aktivitas belanja, tetapi bagian integral dari implementasi kebijakan sektoral. Misalnya, ketika Kementerian Pertanian menggelar pengadaan alat dan mesin pertanian (alsintan), itu bukan sekadar memenuhi permintaan barang, melainkan mewujudkan program ketahanan pangan dan meningkatkan produktivitas petani. Demikian pula, pengadaan infrastruktur teknologi informasi mendukung kebijakan transformasi digital nasional. Oleh karena itu, pengadaan harus didesain untuk menjadi instrumen kebijakan-mengutamakan produk dalam negeri, memacu inovasi, melibatkan UMKM, dan menyelesaikan persoalan-persoalan struktural di sektor masing-masing.

2. Dasar Regulasi dan Kebijakan Arahan PA

2.1. Perpres 46/2025 dan RPJMN

Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 merupakan fondasi hukum terbaru yang mengatur sistem pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam perpres ini, terdapat penekanan kuat terhadap integrasi pengadaan dengan prioritas nasional yang tertuang dalam RPJMN. PA diberi mandat untuk memastikan bahwa Rencana Umum Pengadaan (RUP) instansinya mengacu pada tujuan strategis pembangunan. Artinya, perencanaan pengadaan tidak boleh berjalan sendiri, tetapi menjadi kepanjangan tangan dari arah pembangunan nasional. Selain itu, pengadaan paket strategis kini memerlukan pelaporan yang lebih rinci dan berbasis indikator kinerja, yang memperkuat peran PA sebagai pengarah utama.

2.2. Pedoman LKPP dan PMK Terkait Prioritas

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengeluarkan berbagai pedoman teknis yang memudahkan instansi mengintegrasikan program prioritas ke dalam proses pengadaan. Misalnya, LKPP menetapkan bobot tambahan dalam evaluasi untuk proyek-proyek yang mendukung program prioritas nasional seperti digitalisasi layanan publik atau pembangunan desa tertinggal. Sementara itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengatur bagaimana anggaran harus dialokasikan dan dilaporkan agar mendukung outcome yang selaras dengan RPJMN. Dengan adanya pedoman ini, PA memiliki instrumen praktis untuk menerjemahkan arah kebijakan nasional ke dalam strategi pengadaan di lapangan.

2.3. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)

RKA menjadi dokumen penghubung antara strategi makro (RPJMN) dan pelaksanaan teknis (RUP). Di sinilah PA memiliki peran kunci: memastikan setiap paket pengadaan yang tertuang dalam RUP memiliki justifikasi logis dan relevansi terhadap kegiatan prioritas nasional. PA juga bertugas memverifikasi apakah paket tersebut memiliki indikator kinerja yang bisa diukur, apakah ada komponen Produk Dalam Negeri (PDN) yang bisa dimaksimalkan, dan apakah pelaksanaannya bisa bersinergi dengan unit kerja atau kementerian lain. RKA yang tidak akurat akan berdampak pada penyimpangan fokus, inefisiensi anggaran, serta kegagalan capaian program nasional.

3. Mekanisme Arahan PA ke PPK

3.1. Penyusunan RUP Berbasis Prioritas

Penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP) bukan sekadar rutinitas tahunan, tetapi instrumen pengendalian strategis. PA harus menyusun RUP berdasarkan analisis skala prioritas: mana paket yang mendukung agenda nasional, mana yang bersifat pendukung operasional. Penetapan urutan eksekusi pengadaan menjadi penting-misalnya, pengadaan alat kesehatan untuk rumah sakit rujukan harus lebih didahulukan ketimbang pengadaan furnitur kantor. Dengan pendekatan ini, PPK memahami urutan kerja, tekanan waktu, dan ruang inovasi yang bisa dilakukan untuk memenuhi target kinerja yang telah ditetapkan PA.

3.2. Briefing dan Surat Arahan

Agar tidak terjadi multitafsir atau kesenjangan persepsi, PA wajib memberikan briefing resmi dan surat arahan tertulis kepada PPK. Surat ini idealnya berisi:

  • Daftar paket prioritas nasional yang harus didahulukan, lengkap dengan batas waktu dan indikator keberhasilan.
  • Kriteria khusus yang harus dipertimbangkan dalam evaluasi: seperti TKDN minimal, kesesuaian dengan teknologi strategis, atau kontribusi sosial-ekonomi lokal.
  • Metoda pengadaan yang dianjurkan untuk efisiensi waktu (misalnya e-purchasing untuk barang umum).Surat ini juga menjadi pegangan formal saat PPK harus mengambil keputusan cepat atau menghadapi tekanan waktu.

3.3. Rapat Koordinasi Rutin

Koordinasi reguler antara PA, PPK, dan tim teknis merupakan langkah penting untuk memastikan arahan strategis tetap relevan sepanjang tahun. Rapat ini bisa dilakukan bulanan atau triwulanan, disesuaikan dengan dinamika pelaksanaan pengadaan. Dalam forum ini, PA dapat mengevaluasi kemajuan, menyesuaikan arah jika terjadi perubahan kebijakan nasional, serta memberikan dukungan jika PPK menghadapi hambatan lapangan. Rapat juga menjadi momen klarifikasi kebijakan, pembelajaran lintas proyek, dan forum kolaboratif antarunit kerja.

3.4. Pemantauan Dashboard Kinerja

Teknologi pengadaan modern menyediakan dashboard real-time yang memungkinkan PA memantau progres setiap paket prioritas secara menyeluruh. PA dapat melihat status mulai dari input RUP, proses tender, progres kontrak, hingga pelaporan pelaksanaan. Melalui dashboard ini, PA juga dapat membandingkan antarunit kerja, mengidentifikasi keterlambatan, dan memberikan intervensi lebih dini. Misalnya, jika ada paket pembangunan jalan strategis yang stagnan, PA bisa langsung menghubungi PPK dan meminta penjelasan serta solusi dalam waktu singkat.

4. Indikator Keberhasilan Arahan Prioritas

4.1. Persentase Penyelesaian Paket Prioritas

Salah satu indikator utama efektivitas arahan PA adalah tingkat penyelesaian paket prioritas yang telah direncanakan dalam RUP. Target minimal yang ideal, misalnya ≥80% dari total paket prioritas selesai tepat waktu, menunjukkan bahwa PPK mampu memusatkan perhatian dan sumber dayanya pada kegiatan yang ditugaskan sebagai unggulan. Persentase ini dihitung berdasarkan status kontrak: selesai 100%, progres fisik sesuai jadwal, dan dokumen pelaksanaan terdokumentasi lengkap. PA dapat menjadikan indikator ini sebagai Key Performance Indicator (KPI) tahunan bagi PPK atau unit kerja.

4.2. Dampak pada Indikator Pembangunan

Penyelesaian fisik bukan satu-satunya ukuran keberhasilan. Dampak nyata dari paket prioritas terhadap target pembangunan menjadi tolok ukur yang lebih bermakna. Misalnya:

  • Peningkatan akses jalan desa sebagai hasil dari proyek infrastruktur.
  • Jumlah rumah tangga yang menerima manfaat dari program ketahanan pangan.
  • Pertumbuhan volume transaksi digital instansi setelah pengadaan sistem informasi.PA perlu mengaitkan pengadaan dengan indikator output dan outcome dalam RPJMN agar arah pengeluaran negara betul-betul selaras dengan manfaat pembangunan.

4.3. Penggunaan Anggaran Tepat Sasaran

PA dapat mengukur rasio antara realisasi anggaran untuk paket prioritas dibandingkan total belanja pengadaan. Target ideal bisa mencapai 60-70%, tergantung struktur kegiatan. Semakin besar porsi anggaran yang digunakan untuk proyek strategis, semakin tepat sasaran kebijakan alokasi yang diambil. Hal ini juga menunjukkan efektivitas PA dalam mengarahkan prioritas, serta efisiensi penggunaan APBN/APBD.

4.4. Tingkat Kepuasan Pemangku Kepentingan

Arahan PA tidak akan bermakna jika tidak berujung pada layanan publik yang memuaskan. Oleh karena itu, penting dilakukan survei kepuasan secara berkala terhadap pemangku kepentingan:

  • Survei internal, untuk menilai kinerja lintas unit dan kepuasan antar-PK/PPK.
  • Survei eksternal, untuk mengukur respons masyarakat, pelaku usaha, atau penerima manfaat dari pengadaan.Skor kepuasan yang tinggi menjadi validasi bahwa pengadaan telah diarahkan dengan benar dan sesuai ekspektasi publik.

5. Tantangan dalam Mengarahkan PPK

5.1. Beban Administratif dan Operasional

Dalam praktiknya, banyak PPK menghadapi beban kerja tinggi, mengelola puluhan paket sekaligus, baik prioritas maupun non-prioritas. Ketika situasi di lapangan memaksa mereka menangani ad-hoc atau paket yang mendesak, perhatian terhadap paket strategis bisa terpecah. Tanpa pembagian tugas atau manajemen waktu yang baik, paket prioritas berisiko tertunda.

5.2. Variasi Kapasitas PPK

Tidak semua PPK memiliki latar belakang teknis yang sama. Beberapa memiliki kompetensi tinggi, namun sebagian lainnya mungkin baru menjalani pelatihan dasar. Ada yang kurang familiar dengan mekanisme fast-track atau evaluasi berbasis TKDN dan indikator pembangunan. Perbedaan ini membuat arahan PA tidak selalu diterjemahkan secara seragam di lapangan.

5.3. Keterbatasan Anggaran dan Infrastruktur

Pengadaan prioritas kadang memerlukan dana besar atau teknologi tinggi. Namun di sisi lain, anggaran terbatas memaksa instansi menunda atau memecah proyek ke dalam skala yang lebih kecil. Selain itu, infrastruktur TI yang belum optimal memperlambat proses input data RUP, tender elektronik, atau pelaporan progres melalui dashboard.

5.4. Perubahan Kebijakan Mendadak

Kebijakan prioritas nasional sangat dinamis. Misalnya, saat terjadi bencana alam, pandemi, atau inflasi pangan, pemerintah pusat bisa mengubah fokus ke proyek tanggap darurat. PA dan PPK harus cepat menyesuaikan paket yang sudah direncanakan tanpa mengabaikan prosedur legal dan teknis. Transisi yang terlalu cepat bisa membingungkan pelaksana teknis.

5.5. Resistensi Internal

Beberapa unit kerja atau individu di dalam organisasi kerap menunjukkan resistensi terhadap kebijakan baru. Ketika PA meminta penyesuaian metode evaluasi atau penggunaan sistem baru, ada potensi penolakan pasif (misalnya, menunda-nunda, atau enggan mengikuti pelatihan). Hal ini memengaruhi kelancaran pelaksanaan prioritas nasional yang sudah dirancang PA secara strategis.

6. Strategi Memastikan Kepatuhan Arahan

6.1. Briefing Intensif dan Materi Ringkas

Langkah pertama untuk memastikan kesamaan pemahaman adalah dengan menyelenggarakan briefing intensif bagi seluruh PPK dan tim pengadaan. Materi dapat disusun dalam bentuk yang mudah dicerna-infografis, video pendek, atau lembar ringkasan-yang menekankan:

  • Apa itu prioritas nasional.
  • Kenapa penting diikuti.
  • Langkah apa yang wajib dilakukan PPK.Dengan pendekatan visual dan praktis, pesan PA akan lebih mudah diserap dan dipahami lintas level.

6.2. Pelatihan Khusus Prioritas

Adakan pelatihan tematik yang langsung relevan dengan proyek prioritas. Misalnya:

  • “Pengadaan Digitalisasi Layanan Kesehatan”
  • “TKDN dan E-Katalog: Strategi Memenuhi Target PDN”Workshop ini memberi ruang bagi PPK untuk belajar praktik terbaik, berdiskusi tentang hambatan teknis, serta mendapat pembekalan yang lebih tajam dibanding pelatihan umum.

6.3. Staf Pendukung Anggaran dan TI

Salah satu cara mengurangi beban operasional PPK adalah dengan menugaskan staf pendukung khusus, seperti:

  • Analis anggaran untuk membantu alokasi dan realisasi.
  • Operator TI untuk memastikan input RUP, e-Tendering, dan pelaporan digital berjalan lancar.Pendampingan ini membuat PPK dapat fokus pada aspek substansi dan strategi.

6.4. Skema Insentif dan Penghargaan

Penghargaan menjadi cara efektif untuk mendorong motivasi. Instansi bisa menetapkan:

  • Bonus kinerja bagi PPK yang menyelesaikan seluruh paket prioritas tepat waktu.
  • Penghargaan simbolik seperti piagam, sertifikat, atau publikasi dalam laporan tahunan.
  • Rekomendasi untuk jenjang karier atau pelatihan lanjutan.Hal ini menunjukkan bahwa organisasi menghargai kontribusi konkret terhadap capaian nasional.

6.5. Mekanisme Penyesuaian Dinamis (Fast-Track)

Dalam situasi darurat atau agenda prioritas super-strategis, PA perlu menyiapkan SOP fast-track yang legal namun fleksibel. Mekanisme ini mencakup:

  • Pemangkasan birokrasi administratif (tanpa melanggar prinsip akuntabilitas).
  • Template dokumen cepat dengan pelacakan otomatis.
  • Persetujuan instan untuk PPK melalui surat tugas khusus.Dengan demikian, PPK dapat bertindak cepat namun tetap berada dalam jalur yang terdokumentasi dan akuntabel.

7. Studi Kasus Singkat: Pengadaan Sarana Kesehatan Prioritas Nasional

Konteks: Instansi Kesehatan Daerah A mendapat arahan untuk memprioritaskan pengadaan ventilator dan PCR machine selama 6 bulan.

  • Arahan PA: Surat resmi memuat paket, target penyelesaian 3 bulan, dan kriteria evaluasi TKDN ≥40%.
  • Proses PPK:
    1. Sketch RUP khusus dengan metode e-Purchasing untuk alat standar.
    2. Survei penyedia lokal terverifikasi TKDN melalui database LKPP.
    3. Tender cepat dengan bobot teknis 70%, harga 30%.
    4. Kontrak elektronik ditandatangani dalam 2 minggu.
    5. Monitoring real-time via dashboard, laporan mingguan ke PA.
  • Hasil: Semua alat terpasang tepat waktu, menambah kapasitas ruang ICU sebanyak 50%, dan menjadi contoh replikasi di daerah lain.

8. Rekomendasi Kebijakan untuk PA

8.1. Integrasi Skala Prioritas di RKA dan RUP

Wajibkan mapping paket pengadaan ke program prioritas nasional dalam RKA sebelum disetujui.

8.2. Dashboard Prioritas yang Terpusat

LKPP atau Bappenas menyediakan dashboard nasional: status paket prioritas seluruh instansi, memudahkan PA memantau dan benchmarking.

8.3. SK Arahan Flexible-Track

SK PA memuat alur percepatan (fast-track) bagi paket prioritas, dengan prosedur singkat yang tetap terdokumentasi.

8.4. Insentif Berbasis Capaian Prioritas

Skema tunjangan kinerja ekstra bagi PPK/PA yang melebihi target penyelesaian paket prioritas.

8.5. Koordinasi Inter-Sektor

PA lintas kementerian/lembaga melakukan rapat kolaboratif untuk memastikan program prioritas tidak tumpang-tindih dan sinergi tercapai.

9. Kesimpulan

PA memiliki tanggung jawab strategis memastikan PPK mengarahkan setiap paket pengadaan selaras dengan prioritas nasional. Melalui arahan tertulis, rapat koordinasi, dashboard pemantauan, serta insentif dan mekanisme fast-track, PA dapat memandu PPK agar alokasi anggaran memberi dampak maksimal sesuai RPJMN. Meskipun ada tantangan sumber daya dan resistensi internal, strategi pelatihan, staf pendukung, dan kebijakan fleksibel akan mempermudah implementasi. Dengan begitu, pengadaan publik tidak hanya memenuhi kebutuhan instansi, tapi juga berkontribusi langsung pada agenda pembangunan nasional.