Perdebatan soal Kewajaran Harga dalam Pengadaan

Pendahuluan

Sistem Pengendalian Internal (SPI) pengadaan adalah fondasi tata kelola yang baik bagi setiap organisasi yang melakukan pembelian barang dan/atau jasa. Di lingkungan pemerintahan maupun swasta, proses pengadaan rentan terhadap berbagai risiko – mulai dari kesalahan prosedural, konflik kepentingan, hingga kecurangan dan pemborosan anggaran. SPI pengadaan hadir untuk memastikan bahwa setiap tahap pengadaan dilaksanakan secara akuntabel, efisien, dan sesuai aturan yang berlaku, sehingga tujuan pengadaan – mendapatkan barang/jasa yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan biaya yang wajar – dapat tercapai.

Artikel ini membahas SPI pengadaan secara komprehensif: definisi, tujuan, prinsip-prinsip dasar, komponen utama, titik-titik pengendalian dalam proses pengadaan, peran dan tanggung jawab pelaku, risiko umum beserta kontrol mitigasinya, peran teknologi (termasuk e-procurement), serta cara mengimplementasikan dan memperbaiki SPI secara berkelanjutan. Pembaca akan mendapatkan gambaran praktis bagaimana merancang dan mengevaluasi pengendalian internal pada setiap fase pengadaan, serta bagaimana menyelaraskannya dengan praktik audit dan peningkatan berkelanjutan. Pendekatan yang diuraikan bersifat aplikatif dan dapat disesuaikan dengan ukuran organisasi dan kerangka regulasi yang berlaku.

1. Pengertian Sistem Pengendalian Internal Pengadaan

Sistem Pengendalian Internal Pengadaan adalah rangkaian kebijakan, prosedur, praktik, serta struktur organisasi yang dirancang untuk memberikan jaminan memadai bahwa proses pengadaan akan mencapai tujuan yang telah ditetapkan: keandalan pelaporan, kepatuhan terhadap peraturan, efisiensi penggunaan sumber daya, dan perlindungan aset. Dalam konteks ini, pengendalian internal tidak hanya bersifat reaktif (mendeteksi kesalahan), tetapi juga proaktif (mencegah risiko) dan korektif (mengoreksi penyimpangan yang terjadi).

Secara umum, SPI pengadaan memadukan prinsip-prinsip akuntansi, manajemen risiko, dan tata kelola (governance) ke dalam aktivitas sehari-hari yang terkait dengan identifikasi kebutuhan, perencanaan, pemilihan penyedia, pelaksanaan kontrak, dan pembayaran. Pengendalian yang efektif harus jelas, terdokumentasi, dapat diukur, dan konsisten diterapkan. Contoh elemen pengendalian antara lain: pemisahan fungsi (segregation of duties), otorisasi tingkat tertentu untuk nilai kontrak, standar evaluasi penawaran, dan mekanisme pelaporan serta pelacakan kontrak.

Perbedaan konteks (misalnya pemerintah vs. swasta, instansi besar vs. kecil) mempengaruhi detail penerapan SPI, tetapi esensi dan tujuan fundamental tetap sama: mengurangi peluang terjadinya penyalahgunaan, memastikan akuntabilitas, dan mendukung tercapainya nilai terbaik untuk organisasi. SPI juga tidak berdiri sendiri; ia harus terintegrasi dengan sistem keuangan, manajemen risiko, dan sumber daya manusia agar penegakan kontrol berjalan harmonis. Penting pula untuk ditekankan bahwa SPI bukan pengganti etika individu – budaya integritas di organisasi merupakan bahan bakar utama agar pengendalian tekun dan efektif.

Terakhir, SPI harus bersifat dinamis: dirancang agar bisa menyesuaikan dengan perubahan lingkungan regulasi, teknologi, dan risiko. Sistem yang kaku akan cepat usang dan memberi celah bagi kegagalan pengendalian. Oleh karena itu, desain SPI harus memperhitungkan evaluasi berkala dan mekanisme perbaikan berkelanjutan.

2. Tujuan dan Prinsip Dasar SPI Pengadaan

Tujuan utama SPI pengadaan adalah memberikan keyakinan memadai mengenai pencapaian tujuan organisasi terkait pengadaan: efektivitas dan efisiensi aktivitas, keandalan laporan, kepatuhan terhadap aturan, serta proteksi terhadap kerugian atau penyelewengan. Tujuan ini bersifat saling terkait; misalnya, pengadaan yang efisien juga harus patuh pada aturan dan transparan agar tidak menimbulkan kerugian reputasi atau finansial.

Beberapa prinsip dasar yang harus menjadi landasan SPI pengadaan:

  1. Transparansi – Seluruh proses harus dapat dilihat dan diaudit, termasuk dasar kebutuhan, spesifikasi teknis, kriteria evaluasi, serta alasan pemilihan pemenang. Transparansi mengurangi peluang praktik nepotisme dan korupsi.
  2. Akuntabilitas – Setiap keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak yang berwenang. Sistem otorisasi dan dokumentasi yang jelas memastikan siapa bertanggung jawab pada setiap tahap.
  3. Pemisahan Fungsi – Tugas perencanaan, persiapan dokumen, evaluasi administratif dan teknis, negosiasi kontrak, dan pembayaran harus dipisahkan untuk mengurangi risiko kolusi atau kesalahan.
  4. Kewajaran dan Keadilan – Persaingan yang sehat harus dijamin, tanpa syarat diskriminatif yang menghambat partisipasi penyedia berkualitas. Kriteria evaluasi harus objektif dan berbasis kebutuhan.
  5. Proporsionalitas – Pengendalian harus disesuaikan dengan nilai, kompleksitas dan risiko kontrak. Pengawasan yang berlebihan pada kontrak kecil bisa memboroskan sumber daya, sementara kontrak besar memerlukan pengendalian ketat.
  6. Berorientasi Risiko – Fokus SPI adalah pada area yang memiliki risiko terbesar. Penilaian risiko harus berkala dan mempengaruhi desain kontrol.
  7. Dokumentasi dan Pelaporan – Catatan lengkap menjadi basis audit dan pembelajaran; semua keputusan material harus terdokumentasi.
  8. Continuous Improvement – SPI harus diperbaiki berdasarkan temuan audit internal/eksternal, perubahan regulasi, dan pelajaran dari pengalaman.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, SPI pengadaan membantu memastikan bahwa pengeluaran organisasi menghasilkan nilai yang diharapkan, sekaligus meminimalkan potensi penyalahgunaan. Selain itu, prinsip-prinsip tersebut mendukung kepercayaan publik dan pemangku kepentingan terhadap integritas proses pengadaan.

3. Komponen Utama dalam SPI Pengadaan

Struktur SPI umumnya mengacu pada kerangka kontrol internal yang dikenal luas: lingkungan pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk assessment), kegiatan pengendalian (control activities), informasi dan komunikasi (information & communication), serta pemantauan (monitoring). Berikut uraian masing-masing komponen dalam konteks pengadaan:

  1. Lingkungan Pengendalian
    Ini adalah fondasi budaya organisasi: komitmen manajemen puncak terhadap integritas, kebijakan etika, struktur organisasi yang jelas, serta kompetensi sumber daya manusia. Lingkungan pengendalian menentukan apakah kebijakan pengadaan dijalankan serius atau hanya formalitas. Contoh: kebijakan anti-konflik kepentingan dan kode etik yang ditegakkan.
  2. Penilaian Risiko
    Organisasi harus secara berkala mengidentifikasi dan menilai risiko yang mengancam tujuan pengadaan: risiko fraud, gangguan pasokan, fluktuasi harga, perubahan regulasi, dan lain-lain. Hasil assessment menentukan prioritas kontrol. Misalnya, tender bernilai besar atau proyek strategis memerlukan mitigasi risiko lebih kuat.
  3. Kegiatan Pengendalian
    Ini adalah kebijakan dan prosedur praktis yang mengurangi risiko – meliputi pemisahan fungsi, otorisasi transaksi berdasarkan nilai, checklist evaluasi, prosedur verifikasi kualitas barang/jasa, dan kontrol pada pembayaran. Kegiatan pengendalian bisa bersifat preventif (mis. verifikasi dokumen sebelum tender) atau detektif (mis. audit pasca-kontrak).
  4. Informasi dan Komunikasi
    SPI memerlukan sistem informasi yang andal: dokumentasi tender, rekam kontrak, laporan kinerja penyedia, serta saluran komunikasi untuk pengaduan. Informasi harus akurat, tepat waktu, dan tersedia bagi pihak yang membutuhkan.
  5. Pemantauan
    Pengendalian harus dipantau secara berkala lewat fungsi audit internal, review manajemen, serta mekanisme umpan balik. Pemantauan mengidentifikasi kelemahan dan memastikan perbaikan dilakukan. Temuan audit harus ditindaklanjuti dengan rencana aksi konkret.

Dalam pengadaan modern, komponen ini saling terintegrasi-misalnya, sistem e-procurement menjadi sarana informasi sekaligus kegiatan pengendalian (automated checks). Penting untuk mencatat bahwa efektivitas masing-masing komponen bergantung pada keseimbangan: lingkungan pengendalian yang kuat tanpa kegiatan pengendalian praktis akan lemah, begitu pula sebaliknya.

4. Titik Pengendalian pada Setiap Tahap Proses Pengadaan

Proses pengadaan terdiri dari beberapa fase: perencanaan kebutuhan, penyusunan dokumen, pemilihan penyedia, penandatanganan kontrak, pelaksanaan, penerimaan barang/jasa, hingga pembayaran dan penutupan kontrak. Di tiap fase terdapat titik pengendalian krusial yang harus dirancang dan dioperasikan:

  1. Perencanaan Kebutuhan
    Kontrol: verifikasi kebutuhan oleh unit pengguna, analisis pasar, perbandingan spesifikasi alternatif, dan persetujuan anggaran. Tujuan: mencegah pengadaan yang tidak perlu atau spesifikasi berlebihan.
  2. Penyusunan Dokumen Pengadaan
    Kontrol: checklist dokumen minimum, review legal, pembentukan tim penyusun dokumen yang bebas konflik kepentingan. Spesifikasi harus jelas dan objektif agar tidak diskriminatif.
  3. Pengumuman dan Penerimaan Penawaran
    Kontrol: saluran pengumuman yang tercatat, batas waktu yang tegas, bukti penerimaan penawaran, dan prosedur pembukaan dokumen secara transparan. Ini mencegah manipulasi penawaran.
  4. Evaluasi dan Seleksi
    Kontrol: komposisi tim evaluasi yang berkompeten, kriteria evaluasi tertulis, pemisahan evaluasi administratif, teknis, dan harga, serta dokumentasi alasan scoring dan ranking. Evaluasi harus dapat diaudit.
  5. Negosiasi dan Penetapan Pemenang
    Kontrol: otorisasi manajemen untuk negosiasi, catatan hasil negosiasi, dan pemeriksaan kelayakan pemenang (mis. reputasi, kapasitas finansial). Untuk kontrak bernilai tinggi, persetujuan berlapis diperlukan.
  6. Penandatanganan Kontrak
    Kontrol: verifikasi dokumen, persetujuan hukum, dan pencocokan kontrak dengan dokumen tender. Kontrak harus memuat klausul pengukuran kinerja dan penalti.
  7. Pelaksanaan dan Penerimaan
    Kontrol: inspeksi teknis, berita acara serah terima, pengukuran capaian milestone, dan manajemen perubahan kontrak (change order) yang terdokumentasi. Inspeksi harus independen dari pelaksana.
  8. Pembayaran dan Penutupan
    Kontrol: verifikasi faktur berdasarkan dokumen penerimaan, rekonsiliasi anggaran, dan persetujuan pembayaran sesuai otorisasi. Penutupan kontrak termasuk evaluasi kinerja penyedia dan dokumentasi lesson learned.

Setiap titik pengendalian harus diukur efektivitasnya dan dikaitkan dengan nilai serta risiko kontrak. Untuk kontrak kecil, beberapa kontrol bisa disederhanakan, tetapi untuk kontrak strategis, kontrol ketat wajib diterapkan. Dokumentasi lengkap pada setiap tahap memungkinkan audit yang efektif dan meminimalkan perselisihan hukum di kemudian hari.

5. Peran Pelaku dan Tanggung Jawab dalam SPI Pengadaan

SPI pengadaan efektif memerlukan peran yang jelas dari berbagai aktor: pimpinan, unit perencanaan, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), tim pengadaan/pekerjaan (panitia/tim evaluasi), unit keuangan, audit internal, dan pihak eksternal seperti penyedia dan pengawas independen. Berikut uraian peran utama dan tanggung jawabnya:

  1. Pimpinan Organisasi
    Menetapkan komitmen terhadap tata kelola dan budaya integritas, menyetujui kebijakan pengadaan, dan memastikan sumber daya memadai. Pimpinan bertanggung jawab atas lingkungan pengendalian yang kondusif.
  2. Unit Perencanaan / Pengguna Anggaran
    Mengidentifikasi kebutuhan riil, menyusun spesifikasi teknis, dan menyiapkan dokumen anggaran. Mereka bertanggung jawab agar kebutuhan realistis dan sesuai anggaran.
  3. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
    PPK memegang peran sentral: otorisasi pengadaan, memastikan proses sesuai ketentuan, menandatangani kontrak, dan memantau pelaksanaan. PPK harus memastikan pemisahan tugas agar tidak memusatkan kewenangan berlebihan.
  4. Tim Pengadaan / Panitia Evaluasi
    Menyusun dokumen tender, melaksanakan evaluasi administratif, teknis, dan harga, serta membuat rekomendasi pemenang. Anggota tim harus bebas dari konflik kepentingan dan memiliki kompetensi yang relevan.
  5. Unit Keuangan
    Melakukan verifikasi dana dan prosedur pembayaran, memastikan pembayaran hanya dilakukan setelah ada bukti penerimaan barang/jasa yang sah. Unit ini juga menjaga rekonsiliasi anggaran dan pelaporan keuangan.
  6. Fungsi Audit Internal
    Melakukan audit berkala dan forensik bila perlu; memberikan rekomendasi perbaikan; memantau tindak lanjut temuan. Audit internal berfungsi sebagai alat pemantauan independen dalam SPI.
  7. Pengawas Eksternal / Regulator
    Dalam organisasi publik, lembaga pengawas atau inspektorat memeriksa kepatuhan terhadap peraturan; hasil pemeriksaan memiliki implikasi hukum dan administratif.
  8. Penyedia/Pihak Ketiga
    Mematuhi ketentuan kontrak, memenuhi spesifikasi, dan menjaga integritas dalam pelaporan. Hubungan dengan penyedia harus transparan dan berbasis kontrak yang jelas.
  9. Masyarakat / Stakeholder
    Peran masyarakat dan pihak berkepentingan dalam pengawasan sosial (social accountability) penting untuk meningkatkan transparansi, mis. akses publik terhadap informasi tender.

Kejelasan peran ini harus didukung oleh uraian jabatan tertulis, delegasi wewenang, dan kebijakan konflik kepentingan. Pelatihan berkala diperlukan agar semua pelaku memahami tanggung jawab dan mekanisme pengendalian yang berlaku.

6. Risiko Umum dalam Pengadaan dan Kontrol Mitigasinya

Pengadaan menghadirkan berbagai jenis risiko yang dapat menimbulkan kerugian finansial, reputasi, atau kegagalan proyek. Mengidentifikasi risiko dan merancang kontrol mitigasi adalah inti dari SPI. Beberapa risiko umum dan cara mengendalikannya:

  1. Korupsi dan Suap
    Risiko: pemilihan penyedia berdasarkan relasi, bukan kualitas; pembayaran tidak sah.
    Mitigasi: transparansi tender, pengumuman publik, rotasi pejabat, kanal pelaporan whistleblowing, dan audit forensik.
  2. Konflik Kepentingan
    Risiko: keluarga atau afiliasi terlibat sebagai penyedia.
    Mitigasi: wajib deklarasi konflik kepentingan, larangan partisipasi dalam evaluasi jika ada afiliasi, dan sanksi administratif.
  3. Spesifikasi Diskriminatif
    Risiko: spesifikasi yang menguntungkan pihak tertentu sehingga mengurangi persaingan.
    Mitigasi: review independen atas dokumen tender, penggunaan standar nasional/internasional, dan konsultasi pasar.
  4. Fraud pada Dokumen dan Penagihan
    Risiko: pemalsuan faktur, bukti serah terima, atau laporan kinerja.
    Mitigasi: verifikasi fisik, pengecekan silang dokumen, dan persyaratan dokumen pendukung yang kuat.
  5. Ketidaksesuaian Kinerja dan Kualitas
    Risiko: barang/jasa tidak sesuai spesifikasi.
    Mitigasi: inspeksi kualitas oleh pihak independen, uji coba, jaminan purna jual, serta klausul penalti dalam kontrak.
  6. Keterlambatan dan Kegagalan Rantai Pasok
    Risiko: supplier gagal memenuhi tenggat waktu.
    Mitigasi: analisis kapasitas penyedia, klausul liquidated damages, sumber alternatif (multiple sourcing).
  7. Risiko Hukum/Regulasi
    Risiko: perubahan regulasi yang berdampak pada pelaksanaan kontrak.
    Mitigasi: review hukum sebelum kontrak, klausul perubahan regulasi, dan mekanisme dispute resolution.
  8. Kesalahan Administratif dan Human Error
    Risiko: dokumen tidak lengkap, nilai kontrak salah input.
    Mitigasi: checklist, approval workflow, pelatihan, dan sistem e-procurement dengan validasi otomatis.

Setiap organisasi harus membuat matriks risiko yang memetakan probabilitas dan dampak untuk menentukan prioritas kontrol. Untuk risiko tinggi dengan dampak besar, kontrol harus berlapis: misalnya kombinasi verifikasi independen, approval ganda, dan audit khusus. Penting juga melakukan simulasi dan back-testing kontrol agar efektivitasnya dapat diukur sebelum risiko benar-benar terjadi.

7. Peran Teknologi dan e-Procurement dalam SPI

Teknologi, khususnya sistem e-procurement, telah mengubah lanskap pengendalian internal pengadaan. e-Procurement bukan hanya alat efisiensi administrasi; bila dirancang dengan baik, ia menjadi garis pertahanan pertama terhadap manipulasi dan kesalahan manual. Berikut peran dan manfaat teknologi dalam SPI:

  1. Automasi dan Validasi
    Sistem elektronik dapat memaksa langkah-langkah tertentu dilakukan berurutan, menolak input yang tidak lengkap, dan memvalidasi data (mis. nomor kontrak, anggaran tersedia). Ini mengurangi human error dan mencegah bypass prosedur.
  2. Transparansi dan Jejak Audit (Audit Trail)
    Semua aktivitas-mulai pengumuman, akses dokumen, pembukaan penawaran, hingga keputusan evaluasi-terekam secara digital. Jejak audit memudahkan investigasi dan meningkatkan akuntabilitas.
  3. Pengurangan Kontak Fisik
    Proses elektronik meminimalkan interaksi langsung yang bisa menjadi medium kolusi. Tender elektronik juga memperluas partisipasi penyedia dari berbagai daerah.
  4. Analitik dan Pemantauan Risiko
    Dashboard dan analytics memungkinkan pemantauan real-time atas indikator penting: jumlah peserta tender, variasi harga, pola pemenang, dan deviasi anggaran. Anomali dapat dideteksi lebih cepat untuk investigasi lebih lanjut.
  5. Manajemen Kontrak Terintegrasi
    Modul kontrak digital memudahkan pelacakan milestone, tanggal jatuh tempo, perpanjangan, dan klaim garansi. Notifikasi otomatis membantu mencegah lupa kontraktual yang berisiko.
  6. Keamanan dan Kontrol Akses
    Implementasi kontrol akses berbasis peran (role-based access control) memastikan hanya pihak berwenang yang bisa melakukan tindakan tertentu. Enkripsi dan autentikasi ganda memperkuat keamanan data.
  7. Komunikasi dan Pengaduan Terpadu
    Fitur forum/FAQ dan kanal pengaduan di dalam sistem memfasilitasi komunikasi yang terdokumentasi antara penyedia dan pengelola pengadaan.

Namun, teknologi bukan solusi total. Sistem e-procurement harus dirancang dengan kontrol yang tepat, diuji, dan dijaga keamanannya. Implementasi yang buruk – misalnya konfigurasi otorisasi yang longgar atau bug yang memungkinkan manipulasi – dapat menciptakan risiko baru. Selain itu, keberhasilan adopsi bergantung pada pelatihan pengguna dan kesiapan infrastruktur. Oleh karena itu, strategi digital harus disertai governance TI yang kuat, kebijakan backup, dan rencana kontinuitas bisnis.

8. Implementasi, Audit, dan Peningkatan Berkelanjutan SPI

Merancang SPI hanyalah langkah awal; yang menentukan efektivitas adalah implementasi, pemantauan, dan peningkatan berkelanjutan. Berikut tahapan praktis untuk memastikan SPI bekerja efektif:

  1. Perancangan Kebijakan dan Prosedur yang Jelas
    Dokumen kebijakan harus mudah dipahami, tersedia bagi semua pemangku kepentingan, dan mencakup alur proses, delegasi wewenang, template dokumen, serta prosedur pelaporan anomali.
  2. Sosialisasi dan Pelatihan
    Program pelatihan berkala bagi PPK, panitia, unit keuangan, dan pengguna sangat penting untuk memahami prinsip, mekanisme, dan tanggung jawab. Simulasi kasus nyata membantu pemahaman praktis.
  3. Implementasi Sistem dan Infrastruktur
    Jika menggunakan e-procurement, pastikan konfigurasi sesuai kebijakan pengendalian, dilengkapi SOP teknis, dan ada tim TI yang siap menangani masalah. Infrastruktur harus andal dan aman.
  4. Audit Internal dan Review Berkala
    Fungsi audit internal harus melakukan review terjadwal dan ad-hoc. Temuan audit harus diproses melalui mekanisme tindak lanjut yang jelas: penanggung jawab, jadwal perbaikan, dan verifikasi penyelesaian.
  5. Key Performance Indicators (KPI)
    Tetapkan KPI terkait kinerja pengadaan dan efektivitas kontrol: mis. rasio tender berhasil, waktu siklus pengadaan, persentase penyedia baru, jumlah temuan audit, dan nilai penghematan. KPI membantu manajemen menilai performa.
  6. Mekanisme Pelaporan dan Whistleblowing
    Saluran pelaporan aman dan independen meningkatkan deteksi dini penyimpangan. Pastikan perlindungan bagi pelapor dan tindak lanjut yang transparan.
  7. Evaluasi Eksternal dan Benchmarking
    Audit eksternal atau benchmarking dengan praktik terbaik di sektor lain membantu organisasi mendapatkan perspektif luar dan inovasi pengendalian.
  8. Perbaikan Berkelanjutan
    Gunakan umpan balik dari audit, insiden, dan KPI untuk memperbaharui kebijakan, SOP, dan konfigurasi sistem. Pembelajaran dari kasus nyata harus dihimpun sebagai lesson learned dan disosialisasikan.
  9. Budaya Integritas
    Semua langkah teknis akan optimal jika didukung budaya organisasi yang menekankan integritas. Penghargaan bagi praktik baik dan sanksi bagi pelanggar memperkuat kepatuhan.

Implementasi SPI yang efektif membutuhkan komitmen manajemen puncak, sumber daya yang memadai, serta koordinasi lintas-fungsi. Proses ini tidak pernah selesai-melainkan siklus berulang yang menyesuaikan diri dengan perubahan risiko, teknologi, dan ekspektasi pemangku kepentingan.

Kesimpulan

Sistem Pengendalian Internal Pengadaan adalah alat strategis yang memadukan kebijakan, prosedur, sumber daya manusia, dan teknologi untuk memastikan bahwa proses pengadaan berjalan efisien, transparan, dan akuntabel. Dengan memahami komponen utama-lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi & komunikasi, serta pemantauan-organisasi dapat merancang kontrol yang tepat sasaran pada setiap tahap pengadaan. Peran pelaku seperti PPK, tim pengadaan, unit keuangan, dan audit internal harus jelas dan didukung oleh dokumentasi serta pelatihan.

Teknologi, terutama e-procurement, memperkuat pengendalian melalui automasi, audit trail, dan analitik, namun penerapannya harus disertai governance TI yang baik. Implementasi SPI yang berhasil membutuhkan proses berkelanjutan: audit, pemantauan KPI, mekanisme pelaporan, serta komitmen budaya integritas. Dengan demikian, SPI bukan sekadar kepatuhan administratif, tetapi investasi strategis untuk melindungi aset, meningkatkan value for money, dan mempertahankan kepercayaan publik serta pemangku kepentingan. Organisasi yang serius mengelola SPI akan mampu menekan risiko, memperbaiki kualitas pengadaan, dan mencapai tujuan pengadaan secara konsisten.