Analisis HPS: Pintu Masuk Korupsi Penggelembungan Harga.

Pendahuluan – Mengapa HPS Perlu Diperhatikan?

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) seringkali terdengar seperti istilah teknis yang hanya dipakai pegawai pengadaan. Padahal HPS memegang peran sangat penting dalam setiap proses pengadaan barang dan jasa pemerintahan. Secara sederhana, HPS adalah perkiraan biaya yang dibuat oleh pihak pembeli (instansi) sebelum membuka tender. Tujuannya agar proses pengadaan berjalan wajar: tidak terlalu murah (yang bisa menimbulkan gagal kontrak atau kualitas buruk) dan tidak terlalu mahal (yang akan membuang uang publik).

Sayangnya, HPS juga bisa menjadi pintu masuk untuk praktik korupsi yang disebut penggelembungan harga. Ketika HPS dibesar-besarkan atau sengaja dibuat tinggi, celah muncul: harga kontrak menjadi lebih besar dari yang seharusnya dan selisih itu bisa dinikmati oleh pihak-pihak tertentu. Karena HPS dibuat di awal proses-sering kali sebelum banyak pihak memeriksa-manipulasi pada tahap ini bisa membuat proses pengadaan seluruhnya terdistorsi.

Bagi publik dan pegawai yang bukan spesialis pengadaan, problem ini mudah diabaikan karena HPS tampak seperti langkah administratif biasa. Namun dampaknya nyata: proyek bermasalah, barang berkualitas rendah, anggaran yang bocor, dan kepercayaan masyarakat yang menurun. Oleh karena itu penting untuk memahami apa itu HPS, bagaimana ia bisa disalahgunakan, tanda-tanda penggelembungan harga, serta langkah-langkah praktis yang bisa dilakukan oleh instansi maupun masyarakat untuk mencegah dan menindaklanjutinya.

Artikel ini ditulis dengan bahasa sederhana supaya mudah dimengerti orang awam. Setiap bagian berisi penjelasan jelas dan contoh yang konkret agar pembaca dapat melihat pola dan mengambil langkah pengawasan yang realistis. Tujuannya bukan hanya menakut-nakuti, melainkan memberi alat berpikir agar HPS menjadi bagian proses yang transparan dan akuntabel-bukan celah yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.

Apa itu HPS dan Fungsi Dasarnya – Penjelasan untuk Orang Awam

Harga Perkiraan Sendiri, disingkat HPS, adalah perkiraan biaya yang dibuat oleh pihak pengadaan sebelum mereka meminta penawaran dari penyedia. Bayangkan Anda hendak membeli peralatan untuk kantor: sebelum mengundang toko untuk mengajukan harga, Anda membuat daftar barang dan kira-kira berapa total yang pantas dibayar. Itu fungsi HPS-sebagai acuan internal agar proses pembelian berjalan masuk akal.

Fungsi utama HPS antara lain:

  • Memberi patokan bagi panitia pengadaan agar bisa menilai apakah penawaran dari penyedia terlalu mahal atau terlalu murah.
  • Membantu perencanaan anggaran sehingga alokasi dana lebih realistis.
  • Menjadi dasar pertimbangan saat evaluasi harga dan nego kontrak.

HPS dibuat berdasarkan data: harga pasar, daftar harga terbaru, pengalaman pembelian sebelumnya, atau penawaran sejenis dari pemasok lain. Idealnya HPS bersifat objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun dalam praktik, penentuan HPS sering bergantung pada siapa yang menyusunnya dan sejauh mana data pasar diverifikasi.

Untuk orang awam, ada dua hal penting dimengerti tentang HPS:

  1. HPS bukan harga final. HPS adalah patokan internal, bukan angka yang harus dipenuhi penyedia. Penawaran yang wajar bisa lebih rendah atau sedikit lebih tinggi dari HPS.
  2. HPS menentukan peta permainan. Karena HPS menjadi acuan utama dalam penentuan pemenang, manipulasi HPS dapat mengubah hasil tender sejak awal, bahkan sebelum ada pesaing yang masuk.

Karena itu, menjaga HPS tetap jujur dan berdasarkan data nyata sangat krusial. Jika HPS menyimpang jauh dari harga pasar, peluang terjadinya penggelembungan atau pemborosan anggaran meningkat. Selanjutnya kita akan membahas mengapa HPS rentan disalahgunakan dan pola-pola yang biasa terjadi ketika orang ingin menggelembungkan harga.

Mengapa HPS Rentan Menjadi Pintu Masuk Korupsi

HPS rentan menjadi alat untuk korupsi karena beberapa alasan sederhana yang mudah dipahami. Pertama, HPS biasanya disusun sebelum banyak pihak melihat proses pengadaan. Ini memberi ruang bagi oknum untuk mengatur angka tanpa pengawasan publik. Kedua, HPS seringkali dibuat oleh sedikit orang-panitia atau pejabat tertentu-sehingga jika orang-orang itu tidak jujur, mereka bisa menaruh angka yang menguntungkan pihak tertentu.

Alasan lainnya termasuk:

  1. Asimetri Informasi: Panitia pengadaan biasanya punya akses ke data dan dokumen yang tidak dimiliki publik. Jika panitia sengaja menempatkan HPS di atas harga pasar nyata, publik dan calon penyedia tidak mudah langsung membuktikannya.
  2. Kepentingan Personal atau Jaringan: Dalam beberapa kasus, HPS dibuat untuk menguntungkan penyedia yang sudah ‘berkoneksi’ dengan pihak internal. Penggelembungan memberikan ruang bagi selisih harga dibagi antara penyedia dan oknum pemerintahan.
  3. Kesenjangan Pengawasan: Tidak semua instansi memiliki mekanisme kontrol kuat terhadap perhitungan HPS. Kurangnya pemeriksaan ulang atau audit awal membuat manipulasi sulit terdeteksi sampai proyek berjalan atau pembayaran sudah keluar.
  4. Tekanan Waktu: Seringkali proses pengadaan terburu-buru sehingga HPS dibuat cepat tanpa riset harga pasar mendalam. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menjejalkan komponen biaya berlebih.
  5. Penggunaan Sumber Data yang Mudah Dimanipulasi: Bila HPS dibuat berdasarkan satu sumber yang tidak diperiksa, seperti satu daftar harga dari pemasok tertentu, maka angka bisa disusun sedemikian rupa untuk menguntungkan pihak itu.
  6. Budaya Normalisasi: Di beberapa tempat, praktik ‘tambah-tambah’ pada HPS dianggap biasa atau ‘biasa saja’, sehingga lama-lama menjadi praktik terselubung yang sulit dihentikan.

Karena HPS berada di tahap awal proses, efeknya menjadi berantai: HPS yang tinggi memudahkan penerapan harga kontrak yang tinggi, yang kemudian memperbesar peluang pengeluaran anggaran yang tidak efisien. Untuk membendung ini perlu kombinasi transparansi, verifikasi data, dan pengawasan sejak tahap perencanaan. Bagian selanjutnya akan menjelaskan teknik-teknik yang sering dipakai untuk menggelembungkan harga agar pembaca bisa mengenali pola-pola tersebut.

Mekanisme Penggelembungan Harga – Bagaimana Pelaku Melakukannya

Penggelembungan harga seringkali bukan sekadar menaikkan angka secara langsung. Pelaku biasanya melakukan serangkaian langkah sistematis yang terlihat “normal” di atas kertas, namun sebenarnya menyembunyikan niat untuk menguras anggaran. Di sini dijelaskan dengan bahasa sederhana bagaimana penggelembungan itu terjadi.

  1. Membuat HPS Berlebihan: Langkah paling langsung adalah menetapkan HPS jauh di atas harga pasar. Hal ini memungkinkan penawaran dari penyedia yang juga tinggi tetap terlihat wajar dibanding HPS, sehingga pemenang tetap bisa menerima margin besar.
  2. Memasukkan Pos Biaya Tak Jelas: Dalam dokumen perhitungan HPS, pelaku dapat menambah pos biaya yang kabur, seperti biaya manajemen, biaya pengiriman dengan angka besar, atau ‘kontinjensi’ yang berlebihan. Nama-nama pos ini terlihat resmi sehingga luput dari pengawasan.
  3. Menentukan Spesifikasi yang Mahal: HPS bisa dibuat tinggi dengan menuliskan spesifikasi teknis yang lebih mahal dari kebutuhan sebenarnya. Misalnya menuntut merek tertentu atau fitur-fitur yang tidak relevan sehingga hanya beberapa pemasok mahal yang bisa ikut.
  4. Menggunakan Daftar Harga Tidak Netral: Mengambil referensi harga dari satu pemasok atau sumber yang diketahui memberikan harga tinggi adalah cara lain. Tanpa cek silang ke sumber lain, angka ini bisa dipakai sebagai dasar HPS.
  5. Pengaturan Dokumen dan Jadwal: Mengatur waktu rilis dokumen atau perubahan spesifikasi di saat yang menguntungkan satu penyedia (misalnya setelah mereka diberi kesempatan menyesuaikan penawaran) membantu memastikan pemenang yang diinginkan.
  6. Kolusi dengan Penyedia: Kadang ada persekongkolan antara panitia dan penyedia: penyedia diberi informasi atau kesempatan khusus untuk menyesuaikan penawaran sehingga mereka bisa mengajukan harga yang tepat di bawah HPS yang sudah dimanipulasi.
  7. Pengadaan Split atau Paket Sesuai Kepentingan: Membagi pengadaan menjadi beberapa paket kecil (splitting) untuk mengakali aturan dan menempatkan HPS yang tinggi untuk paket-paket tertentu memungkinkan aliran dana lebih besar ke penyedia tertentu.
  8. Tambahan Biaya Saat Pembayaran: Bahkan setelah kontrak berjalan, penggelembungan bisa terjadi lewat klaim biaya tambahan, perubahan kontrak, atau pembayaran atas layanan yang tidak diberikan.

Mekanisme di atas seringkali tampak legal karena terselubung dalam dokumen resmi. Itu sebabnya penting adanya transparansi: HPS yang disusun harus memiliki dasar data yang jelas dan mudah diverifikasi. Selanjutnya kita akan membahas tanda-tanda dan bukti yang bisa membantu siapa saja-pejabat atau masyarakat-mendeteksi bahwa ada penggelembungan harga.

Tanda-tanda dan Bukti Penggelembungan Harga – Cara Mengenali dengan Mata Awam

Mengenali penggelembungan harga tidak selalu memerlukan keahlian teknis. Ada tanda-tanda sederhana yang dapat dilihat siapa saja bila tahu apa yang harus dicari. Di sini dijelaskan tanda-tanda praktis dan bukti yang sering muncul, dengan bahasa yang mudah dimengerti.

  1. HPS Jauh dari Harga Pasar: Jika HPS terlihat jauh lebih tinggi dibanding harga yang biasa ditemukan di pasar atau sebelumnya untuk item sejenis, itu tanda awal yang penting. Perbedaan besar tanpa alasan jelas patut dicurigai.
  2. Spesifikasi Berlebihan: Dokumen pengadaan meminta spesifikasi yang berlebihan dibanding kebutuhan nyata. Contohnya: meminta alat dengan kapasitas dua kali lipat padahal penggunaannya sederhana-ini bisa menaikkan harga.
  3. Sumber Data Tunggal: HPS yang disusun hanya berdasarkan satu sumber daftar harga, apalagi dari pihak yang akan ikut tender, menimbulkan pertanyaan tentang objektivitas. Bukti di sini bisa berupa lampiran daftar harga yang dipakai.
  4. Perubahan HPS Tanpa Catatan Alasan: Bila HPS berubah dan tidak ada penjelasan resmi atau persetujuan dari pihak yang berwenang, itu menjadi petunjuk manipulasi. Bukti: dokumen revisi HPS tanpa notulen atau persetujuan.
  5. Pemenang Rutinitas atau “Langganan”: Bila nama penyedia yang sama sering menang pada proyek dengan HPS tinggi, ini perlu dilihat lebih lanjut. Pola kemenangan berulang menunjukkan adanya jaringan atau preferensi.
  6. Perbedaan Antara HPS dan Harga Kontrak: Selisih besar antara HPS dan harga akhirnya bisa menandakan negosiasi yang tidak wajar atau klaim biaya tambahan. Dokumen kontrak dan lampiran anggaran akan menjadi bukti.
  7. Dokumen Pendukung yang Kabur: Bukti pendukung HPS (misalnya perbandingan harga, survey pasar) yang tidak lengkap, tidak ada tanggal, atau tidak berasal dari sumber resmi adalah tanda alarm.
  8. Klaim Biaya Tambahan Setelah Kontrak: Munculnya surat tagihan tambahan atau permintaan revisi kontrak beberapa saat setelah kontrak disetujui sering menjadi mekanisme menambah nilai transaksi.
  9. Penggunaan Konsultan yang Tidak Transparan: Pembayaran kepada konsultan atau pihak ketiga tanpa penjelasan tugas yang jelas dapat menjadi jalur aliran dana yang disamarkan.
  10. Ketidaksesuaian Kualitas Barang/Jasa: Setelah pembayaran, barang atau jasa yang diserahkan tidak sesuai spesifikasi, namun klaim biaya tetap dibayarkan-ini menunjukkan awalnya HPS mungkin sudah dicocokkan untuk menutupi margin penyedia.

Bukti-bukti tersebut biasanya bisa ditemukan dengan meminta dokumen-dokumen resmi: HPS awal dan revisinya, daftar harga yang dipakai sebagai referensi, kontrak, lampiran invoice, notulen rapat, dan catatan evaluasi. Bagi masyarakat, menyimpan pengumuman tender dan mencatat perubahan dokumen dapat menjadi langkah awal bukti yang sederhana namun kuat. Selanjutnya bagian berikut akan memberikan langkah-langkah audit dan pengawasan yang bisa dilakukan tanpa perlu keahlian tinggi.

Langkah-langkah Audit dan Pengawasan Sederhana – Apa yang Bisa Dilakukan oleh Siapa Saja

Anda tidak perlu menjadi ahli untuk mulai mengawasi HPS. Ada langkah-langkah sederhana dan praktis yang dapat dilakukan oleh pejabat internal maupun masyarakat sipil untuk mendeteksi dan mencegah penggelembungan harga. Berikut urutan tindakan yang mudah dipahami dan diterapkan.

  1. Minta dan Simpan Dokumen Awal: Saat ada proyek, mintalah salinan HPS awal dan dokumen spesifikasi. Simpan screenshot pengumuman tender dan semua versi dokumen yang dipublikasikan. Dokumentasi awal membantu membandingkan versi-versi berikutnya.
  2. Bandingkan dengan Harga Pasar: Coba bandingkan komponen utama HPS dengan harga pasar yang mudah dicari-misalnya lewat katalog online, penawaran toko, atau pengalaman pembelian sebelumnya. Jika HPS jauh lebih tinggi, catat selisihnya.
  3. Periksa Sumber Data HPS: Lihat lampiran yang menjadi dasar HPS. Apakah ada daftar harga, survey pasar, atau hanya angka tanpa bukti? Sumber tunggal atau dokumen tanpa tanda tangan perlu dipertanyakan.
  4. Catat Perubahan dan Alasan Resmi: Jika terjadi revisi HPS atau spesifikasi, pastikan ada dokumen alasan yang jelas dan persetujuan berjenjang. Jika tidak ada alasan tertulis, anggap itu sebagai tanda bahaya.
  5. Pantau Pemenang yang Berulang: Untuk masyarakat, catat nama penyedia yang sering menang. Pola berulang bisa menjadi indikator kolusi.
  6. Ajukan Pertanyaan Resmi: Gunakan mekanisme permintaan informasi publik bila perlu. Ajukan pertanyaan tertulis mengenai dasar perhitungan HPS atau alasan revisi. Jawaban resmi akan menjadi bukti.
  7. Laporkan Anomali ke Unit Pengawas: Bila menemukan tanda mencurigakan, laporkan ke unit pengawas internal, inspektorat, atau badan anti-korupsi jika tersedia. Sertakan bukti yang Anda kumpulkan.
  8. Mendorong Transparansi Proses: Bagi pejabat, terapkan praktik publikasi HPS dan lampiran-dasar HPS di portal pengadaan sehingga masyarakat dapat memeriksa. Transparansi membuat manipulasi lebih sulit.
  9. Gunakan Media dan Komunitas: Jika saluran resmi tidak responsif, gunakan media lokal atau organisasi masyarakat sipil untuk menyorot masalah. Sorotan publik sering memicu tindakan lebih cepat.
  10. Simpan Bukti Komunikasi: Jika ada komunikasi yang relevan (email publik, pengumuman, atau dokumen yang dapat diakses), simpan salinan sebagai bukti kronologi.

Langkah-langkah ini adalah bentuk pengawasan kewarganegaraan yang praktis. Untuk instansi, selain langkah-langkah ini harus ada prosedur formal: verifikasi silang HPS, panel penilai independen, dan audit internal yang rutin. Kombinasi tindakan internal dan pengawasan publik dapat menutup ruang gerak bagi penggelembungan harga.

Studi Kasus Singkat – Contoh Nyata yang Sederhana dan Mudah Dimengerti

Agar pembaca lebih mudah melihat bagaimana penggelembungan harga bekerja di lapangan, berikut dua contoh singkat yang dirangkum agar mudah dipahami, tanpa menyebut nama institusi atau individu.

Kasus 1 – HPS yang Meningkat Tanpa Alasan Jelas

Sebuah kantor dinas hendak membeli peralatan kebersihan untuk fasilitas publik. Dokumen awal yang dipublikasikan menunjukkan HPS yang wajar sesuai pasar. Namun seminggu kemudian, HPS direvisi naik 40%-tanpa ada penjelasan teknis atau perubahan spesifikasi di pengumuman publik. Hasilnya: pemenang tender menawarkan harga mendekati HPS baru dan proyek disetujui.

Audit sederhana yang dilakukan oleh pegawai internal yang curiga menemukan bahwa lampiran ‘daftar harga’ yang dijadikan dasar adalah file yang dibuat oleh seorang konsultan eksternal yang kebetulan juga menjadi pemasok. Dokumen tersebut tidak disertai perbandingan harga dari pasar luas. Kesimpulannya, revisi HPS menguntungkan penyedia tertentu dan pembelian dilakukan dengan margin besar.

Tindakan yang diambil: proses digugat secara internal, kontrak ditinjau ulang, dan peraturan dibuat agar setiap perubahan HPS harus disertai minimal dua sumber harga independen.

Kasus 2 – Spesifikasi Dirancang untuk Satu Penyedia

Sebuah proyek infrastruktur kecil memasukkan dalam HPS dan spesifikasi teknis persyaratan komponen bernomor dan merek tertentu yang hanya diproduksi oleh satu perusahaan lokal. Akibatnya, hanya satu penyedia yang mampu memenuhi spesifikasi tersebut sehingga kompetisi hilang dan harga tinggi diterima.

Pemeriksaan menemukan bahwa panitia pengadaan menerima rekomendasi teknis dari pihak ketiga yang ternyata memiliki hubungan bisnis dengan pabrikan tersebut. Lagi-lagi, spesifikasi teknis dijadikan alat untuk mengarahkan pemenang.

Perbaikan yang dilakukan meliputi revisi spesifikasi menjadi berbasis fungsi (apa yang dibutuhkan bukan merek), serta melibatkan tim teknis independen untuk menyusun spesifikasi.

Dua contoh ini menunjukkan pola: penggelembungan bisa dilakukan lewat angka (HPS) atau lewat spesifikasi-keduanya menghasilkan hasil akhir yang sama: anggaran publik terkuras. Kunci pencegahan adalah transparansi, pembandingan harga, dan keterlibatan pihak independen.

Tantangan dalam Pengawasan dan Penegakan – Kenapa Sulit Menindak?

Meskipun tanda-tanda dan bukti bisa dikenali, menindak penggelembungan harga bukan hal yang mudah. Ada sejumlah tantangan praktis yang membuat proses pengawasan dan penegakan hukum berjalan lambat atau bahkan terhambat. Mengetahui tantangan ini membantu kita memahami tindakan apa yang realistis dilakukan.

  1. Keterbatasan Data Awal: Banyak HPS disusun dengan data yang tidak lengkap atau tidak dibuka publik. Tanpa akses ke data dasar, pembanding harga sulit dibuat secara obyektif.
  2. Sistem yang Beragam dan Terfragmentasi: Instansi menggunakan berbagai sistem pengadaan yang berbeda. Pengumpulan bukti lintas sistem memerlukan waktu dan keahlian teknis.
  3. Sikap Takut dan Budaya Tutup Mulut: Pegawai yang mengetahui manipulasi mungkin takut melapor karena tekanan jabatan atau takut dipinggirkan. Tanpa perlindungan pelapor, informasi penting tidak muncul.
  4. Kepentingan Politik dan Ekonomi: Dalam beberapa kasus, jaringan korupsi melibatkan banyak pihak dengan kepentingan luas sehingga tindakan penegakan menghadapi hambatan politik.
  5. Proses Hukum yang Panjang: Jika kasus dilaporkan ke penegak hukum, proses birokrasi dan peradilan sering memakan waktu lama. Bukti elektronik yang rumit juga memerlukan expertise yang tidak selalu tersedia di penyidik.
  6. Penghapusan atau Penyembunyian Bukti: Pelaku yang sadar diawasi mungkin menghapus dokumen atau memanipulasi catatan. Mengembalikan kondisi awal atau memulihkan file yang dihapus membutuhkan kemampuan teknis khusus.
  7. Standar Pembuktian yang Tinggi: Untuk melanjutkan tindakan hukum, bukti harus kuat dan terikat secara hukum. Bukti-bukti administratif sering dianggap belum cukup untuk tuntutan pidana jika tidak dilengkapi bukti lain.
  8. Sumber Daya Terbatas untuk Audit Independen: Penyediaan auditor independen dan pemeriksaan menyeluruh memerlukan dana. Tidak semua instansi mampu menyelenggarakan audit yang layak setiap saat.

Memahami tantangan ini bukan untuk menyerah, tapi untuk merancang strategi yang realistis: kombinasi langkah administratif cepat, pengawasan publik, perlindungan pelapor, dan pembangunan kapasitas teknis untuk menyelidiki kasus-kasus yang kompleks. Selanjutnya bagian rekomendasi akan menawarkan langkah-langkah praktis menanggapi tantangan tersebut.

Rekomendasi Praktis untuk Instansi dan Masyarakat – Langkah yang Dapat Segera Dilakukan

Untuk menutup celah penggelembungan harga, diperlukan tindakan konkret di berbagai level. Berikut rekomendasi yang mudah dipahami dan dapat dilaksanakan oleh instansi maupun masyarakat.

Rekomendasi untuk Instansi:

  1. Transparansi HPS: Publikasikan HPS dan lampiran dasarnya (survey pasar, daftar harga) pada portal pengadaan. Publikasi ini memungkinkan pemeriksaan oleh masyarakat.
  2. Verifikasi Sumber Harga: Setiap HPS harus didukung minimal dua sumber harga independen. Bila memakai harga dari vendor, cantumkan alasan dan bandingkan dengan sumber lain.
  3. Standar Penyusunan Spesifikasi: Spesifikasi harus berbasis fungsi-apa hasil yang dibutuhkan-bukan merek. Gunakan tim teknis independen untuk menghindari konflik kepentingan.
  4. Sanksi Administratif Jelas: Tetapkan sanksi bagi panitia yang terbukti merancang HPS dengan tujuan menguntungkan tertentu, mulai dari teguran sampai pencopotan.
  5. Pelatihan dan Kapasitas: Latih staf pengadaan tentang cara menyusun HPS yang realistis dan teknik dasar pengawasan.
  6. Perlindungan Pelapor: Sediakan mekanisme pelaporan anonim dan beri perlindungan bagi whistleblower agar informasi internal muncul.

Rekomendasi untuk Masyarakat dan Pengawas Publik:

  1. Pantau Pengumuman dan Dokumen: Simpan salinan pengumuman tender, HPS, dan versi dokumen. Bandingkan dengan data pasar.
  2. Ajukan Permintaan Informasi: Gunakan hak atas informasi publik untuk meminta lampiran HPS yang tidak dipublikasikan.
  3. Berkolaborasi dengan Media dan LSM: Laporan bersama media atau organisasi masyarakat sipil memperbesar peluang tindak lanjut.
  4. Catat Pola Penyedia Favorit: Jika satu penyedia sering menang, catat dan angkat sebagai isu pengawasan.
  5. Gunakan Bukti Sederhana: Screenshot pengumuman, foto dokumen, atau perbandingan harga online dapat menjadi bukti awal yang kuat untuk memicu audit.

Langkah Teknis Segera:

  • Buat checklist perhitungan HPS yang mencakup sumber harga, metode perhitungan, dan tanda tangan verifikator.
  • Wajibkan notulen rapat pengadaan yang mencatat alasan setiap perubahan HPS.
  • Terapkan audit sampling rutin pada HPS proyek-proyek bernilai menengah dan besar.

Rekomendasi ini, jika diterapkan konsisten, akan mengurangi peluang penggelembungan dan memperkuat akuntabilitas. Penting diingat bahwa perubahan kultur dan praktik memerlukan waktu-tetapi langkah-langkah sederhana dan kebijakan tegas dapat memberikan efek segera.

Kesimpulan – Menutup Pintu untuk Penggelembungan Harga

HPS adalah alat penting dalam pengadaan publik: bila disusun jujur dan berdasar data, ia membantu membelanjakan uang publik secara efisien. Namun ketika disalahgunakan, HPS menjadi pintu masuk korupsi berupa penggelembungan harga yang merugikan negara dan masyarakat. Fenomena ini sering terjadi bukan karena satu faktor, melainkan gabungan: kelemahan pengawasan, akses data yang terbatas, praktik administratif yang tertutup, serta jaringan kepentingan yang memanfaatkan celah.

Langkah pencegahan sederhana namun efektif meliputi transparansi penuh HPS dan dasar-dasarnya, verifikasi silang harga, spesifikasi berbasis fungsi, perlindungan pelapor, serta keterlibatan publik melalui pengawasan dan permintaan informasi. Masyarakat umum pun memiliki peran nyata: memantau pengumuman, menyimpan bukti, dan mengajukan pertanyaan resmi bila menemukan anomali. Jika gabungan inisiatif internal dan eksternal dijalankan konsisten, peluang penggelembungan harga akan semakin sempit.

Akhirnya, upaya menutup pintu penggelembungan bukan hanya tugas lembaga anti-korupsi atau auditor-ini pekerjaan bersama. Para pejabat harus bersedia membuka data dan memperbaiki proses, sementara masyarakat harus aktif dan cerdas menuntut akuntabilitas. Dengan begitu, HPS tidak lagi menjadi celah, melainkan instrumen yang memastikan proyek publik berjalan efisien, transparan, dan bermanfaat untuk kesejahteraan banyak orang.