Tantangan Menyusun Dokumen Tender di Era AI

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) membawa perubahan besar dalam berbagai sektor, termasuk pengadaan barang dan jasa. Proses tender yang dulu sepenuhnya manual kini mulai dipengaruhi oleh otomatisasi, analisis data cerdas, hingga generative AI yang mampu membantu merumuskan dokumen dengan cepat. Namun kemajuan ini juga menghadirkan tantangan baru bagi para penyusun dokumen tender. Tantangan-tantangan tersebut tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyangkut integritas, akurasi, dan kepatuhan terhadap regulasi.

Artikel ini membahas secara mendalam tantangan yang dihadapi dalam menyusun dokumen tender di era AI, sekaligus memberikan wawasan agar para praktisi pengadaan dapat menavigasi perubahan ini dengan lebih percaya diri.

Pergeseran Paradigma dalam Penyusunan Dokumen Tender

Era AI membawa perubahan cara orang bekerja. Jika dulu penyusunan dokumen tender seperti KAK, spesifikasi teknis, dan rancangan kontrak membutuhkan waktu yang panjang dan dilakukan secara manual, kini AI menawarkan cara kerja yang lebih cepat dan efisien.

Namun pergeseran ini juga mengubah ekspektasi. Penyusun tender kini tidak hanya dituntut menguasai regulasi dan teknis pengadaan, tetapi juga perlu memahami bagaimana AI bekerja, batasannya, serta bagaimana menginterpretasi outputnya dengan benar.

Dengan kata lain, AI bukan sekadar alat bantu—ia menjadi elemen baru yang mempengaruhi kualitas dokumen tender.

Tantangan Validitas dan Akurasi Informasi yang Dihasilkan AI

Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan akurasi informasi yang dihasilkan AI. Meskipun AI mampu menyusun dokumen dengan cepat, tidak semua informasi yang dihasilkan selalu benar, relevan, atau sesuai konteks peraturan pengadaan Indonesia.

AI bisa menghasilkan:

  • paragraf yang terdengar meyakinkan tetapi salah
  • persyaratan teknis yang tidak sesuai regulasi
  • istilah yang ambigu atau tidak lazim dalam pengadaan
  • detail yang tidak dapat diverifikasi di lapangan

Karena itu, penyusun dokumen tetap harus melakukan verifikasi manual. AI dapat meningkatkan produktivitas, tetapi keputusan akhir tetap berada di tangan manusia.

Risiko Ketidaksesuaian dengan Regulasi Pengadaan

AI tidak secara otomatis memahami perubahan regulasi yang berlaku. Misalnya, aturan mengenai metode pemilihan, struktur RUP, penyusunan HPS, atau format dokumen pemilihan mungkin berubah dari waktu ke waktu. AI yang tidak diperbarui bisa saja menghasilkan dokumen yang tidak lagi sesuai aturan.

Bahkan lebih berbahaya lagi, AI dapat menyarankan prosedur yang bertentangan dengan Perpres, Permen, atau SOP internal instansi.

Ini menjadi tantangan besar: bagaimana memastikan bahwa penggunaan AI tetap berada dalam koridor hukum dan tidak menimbulkan kesalahan administrasi.

Ketergantungan Berlebih pada Template AI

AI dikenal mampu menghasilkan template dokumen dengan cepat. Namun ketergantungan berlebih pada template yang dihasilkan AI dapat menurunkan kualitas substansi dokumen tender.

Template AI sering kali general, tidak mempertimbangkan:

  • situasi lokal
  • lingkup pekerjaan yang spesifik
  • kondisi pasar
  • kebutuhan pengguna akhir
  • risiko pelaksanaan di lapangan

Jika template AI digunakan tanpa penyesuaian mendalam, dokumen tender menjadi kurang tepat sasaran. Akibatnya, vendor kompeten enggan mengikuti tender atau risiko dispute kontrak meningkat.

Tantangan Integritas dan Keamanan Informasi

Menggunakan AI berarti memasukkan informasi ke dalam sistem digital, yang berpotensi meningkatkan risiko keamanan data. Dokumen tender mengandung informasi sensitif, seperti:

  • estimasi anggaran
  • kebutuhan teknis internal
  • kebijakan strategis instansi
  • detail pelaksanaan kegiatan

Jika digunakan secara tidak hati-hati, informasi tersebut bisa bocor dan menimbulkan masalah integritas. Praktisi pengadaan perlu memahami batasan data mana yang aman dimasukkan ke sistem AI dan mana yang harus tetap dijaga kerahasiaannya.

Perluasan Kompetensi SDM Pengadaan

Tantangan besar lainnya adalah kapasitas sumber daya manusia. Penyusun dokumen tender kini harus menguasai dua hal sekaligus:

  • keahlian teknis pengadaan
  • kemampuan menggunakan AI secara efektif

Bagi sebagian SDM, transisi ini tidak mudah. Pengadaan memiliki aturan ketat, sementara AI bersifat fleksibel dan cepat. Penyusunan dokumen tender membutuhkan akurasi, sementara AI terkadang menghasilkan jawaban yang perlu dikoreksi. Kombinasi ini menyebabkan gap kompetensi baru yang perlu dijembatani melalui pelatihan dan pembiasaan.

Kesulitan dalam Menilai Kualitas Output AI

AI dapat menulis dengan bahasa yang tampak rapi dan profesional, sehingga pengguna mudah terbuai bahwa isinya pasti benar. Padahal, menilai kualitas output AI memerlukan pemahaman mendalam tentang konteks pekerjaan.

Penyusun dokumen harus bertanya:

  • Apakah persyaratan teknis sudah sesuai kondisi lapangan?
  • Apakah metode pemilihan yang ditulis AI sudah benar?
  • Apakah ruang lingkup pekerjaan realistis?
  • Apakah risiko sudah tercakup?

Ketidakmampuan menilai output AI secara kritis berpotensi menghasilkan dokumen yang lemah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Tantangan Menjaga Konsistensi Antar Dokumen

Dokumen tender terdiri dari banyak bagian: KAK, spesifikasi teknis, dokumen pemilihan, rancangan kontrak, formula evaluasi, jadwal, dan lainnya. AI dapat membantu menulis bagian-bagian tersebut, tetapi tidak selalu memastikan konsistensi antardokumen.

Misalnya:

  • spesifikasi teknis tidak selaras dengan KAK
  • metode evaluasi tidak sesuai dengan metode pemilihan
  • syarat kualifikasi tidak relevan dengan pekerjaan
  • pasal kontrak tidak mengcover risiko yang diuraikan di KAK

Konsistensi dokumen tender tetap membutuhkan penyusunan terstruktur yang sulit dicapai jika bergantung sepenuhnya pada AI.

Adaptasi Dokumen terhadap Perkembangan Teknologi Pasar

Era AI juga mengubah pasar. Vendor kini lebih inovatif, menyediakan solusi berbasis teknologi baru, dan menawarkan alternatif yang mungkin tidak tertampung dalam spesifikasi klasik.

Tantangan bagi penyusun dokumen tender adalah bagaimana memadukan regulasi yang ketat dengan pasar yang berkembang cepat

AI dapat memberikan informasi tren pasar, tetapi menentukan apakah inovasi vendor boleh atau tidak masuk ke tender tetap menjadi keputusan manusia.

Potensi Bias dalam Rekomendasi AI

AI dilatih berdasarkan data tertentu. Jika data latihnya cenderung bias, maka outputnya juga bisa bias. Dalam konteks pengadaan, hal ini bisa terjadi pada:

  • rekomendasi tipe produk
  • saran metode pemilihan
  • usulan persyaratan kualifikasi
  • penyusunan spesifikasi teknis

Bias semacam ini bisa menyebabkan dokumen tender menjadi diskriminatif atau tidak kompetitif, bertentangan dengan prinsip fairness dalam pengadaan. Penyusun dokumen perlu memastikan bahwa AI tidak mempengaruhi objektivitas.

Tantangan Menerapkan AI Tanpa Menghilangkan Profesionalisme

AI adalah alat bantu, bukan pengganti. Namun sebagian orang bisa tergoda untuk menyerahkan sepenuhnya proses penyusunan dokumen tender kepada AI.

Profesionalisme dalam pengadaan tidak hanya soal dokumen yang rapi, tetapi juga:

  • analisis kebutuhan
  • interpretasi regulasi
  • pemahaman risiko
  • keputusan berbasis pengalaman
  • kemampuan komunikasi dengan pengguna akhir

Hal-hal tersebut tidak bisa digantikan AI. Tantangan terbesar adalah menjaga keseimbangan antara memanfaatkan teknologi tanpa mengorbankan profesionalisme.

Resistensi dari Sebagian SDM Pengadaan

Tidak semua orang siap menggunakan AI. Sebagian merasa bahwa AI akan menggantikan pekerjaan mereka, atau tidak memiliki kemampuan teknis untuk beradaptasi.

Resistensi ini dapat menghambat pemanfaatan AI dalam proses pengadaan. Padahal, yang dibutuhkan bukan penolakan, tetapi pemahaman bagaimana AI bisa memperkuat peran manusia, bukan menggantikannya.

Tantangan Mengintegrasikan AI ke dalam SOP Instansi

SOP pengadaan di banyak instansi masih disusun berdasarkan prosedur manual. Ketika AI diintroduksi ke dalam proses ini, banyak aturan menjadi tidak relevan atau membutuhkan revisi.

Tantangan ini mencakup:

  • belum ada pedoman penggunaan AI dalam penyusunan dokumen
  • belum jelas batasan penggunaan AI
  • belum ada standar verifikasi output AI
  • belum ada kontrol keamanan data

Tanpa kebijakan yang jelas, penggunaan AI dalam pengadaan berisiko menimbulkan ketidakteraturan proses.

Keterbatasan AI dalam Memahami Konteks Spesifik

AI mampu menulis dokumen secara umum, tetapi sering kesulitan memahami konteks spesifik seperti:

  • perbedaan geografis
  • kondisi lapangan
  • kebutuhan teknis unit kerja tertentu
  • keterbatasan anggaran
  • kinerja vendor sebelumnya

Untuk memastikan dokumen tender realistis dan aplikatif, penyusun dokumen tetap harus melakukan analisis mendalam.

Dinamika Kebutuhan Organisasi yang Cepat Berubah

Instansi sering mengalami perubahan kebutuhan, prioritas anggaran, atau kebijakan teknis secara mendadak. AI yang telah menghasilkan dokumen mungkin perlu banyak revisi, dan AI tidak selalu bisa mengikuti cepatnya perubahan tersebut.

Dokumen tender yang tepat bukan hanya soal isi, tetapi juga responsivitas terhadap perubahan internal.

Tantangan Etika: Seberapa Banyak AI Boleh Mensubstitusi Kerja Manusia?

Pertanyaan etis juga muncul: sampai batas mana AI boleh digunakan?

  • Jika AI menulis 80% dokumen tender, apakah itu aman?
  • Apakah penyusun dokumen masih memahami isi yang dibuat?
  • Apakah instansi siap mempertanggungjawabkan jika terjadi kesalahan?

Pertimbangan etis ini sangat penting agar penggunaan AI tidak melampaui batas tanggung jawab profesional.

Kolaborasi Manusia–AI sebagai Solusi

Tantangan-tantangan di atas menunjukkan bahwa penggunaan AI tidak otomatis membuat penyusunan dokumen tender lebih mudah. Namun dengan pendekatan kolaboratif, AI dapat menjadi alat yang sangat kuat.

Yang dibutuhkan adalah:

  • manusia memberikan arahan
  • AI membantu mempercepat produksi dokumen
  • manusia melakukan verifikasi dan penyempurnaan
  • AI mendukung analisis data dan automasi
  • manusia tetap memegang keputusan akhir

Pendekatan ini memungkinkan proses tender tetap akurat, sesuai aturan, dan efisien.

AI Adalah Alat, Manusia Tetap Pengambil Keputusan

Era AI membawa peluang besar dalam penyusunan dokumen tender—mulai dari efisiensi, kecepatan, hingga kemampuan menyusun draft awal. Namun tantangannya juga tidak sedikit. Ada risiko kesalahan teknis, ketidaksesuaian regulasi, bias, hingga persoalan etika dan keamanan.

Kunci menghadapi era ini adalah memastikan bahwa AI digunakan sebagai alat bantu, bukan pengganti. Penguasaan regulasi, pemahaman pasar, analisis kebutuhan, serta integritas tetap berada di tangan manusia.

Dengan pendekatan ini, penyusunan dokumen tender di era AI bukan hanya menjadi lebih cepat, tetapi juga lebih berkualitas, akurat, dan bertanggung jawab.