Perbandingan Pengadaan Berkelanjutan di Berbagai Negara

Pengadaan berkelanjutan merupakan pendekatan strategis yang mengintegrasikan faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi dalam proses pembelian barang dan jasa. Praktek ini telah menjadi fokus utama bagi berbagai negara dalam upaya untuk mengurangi dampak lingkungan, mendorong inklusi sosial, dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Meskipun pengadaan berkelanjutan diadopsi secara luas di banyak negara, pendekatan yang diambil oleh setiap negara bisa berbeda-beda, tergantung pada regulasi, kebutuhan, dan tantangan lokal.

Artikel ini akan membandingkan implementasi pengadaan berkelanjutan di beberapa negara, termasuk praktik terbaik yang bisa diambil sebagai inspirasi.

1. Uni Eropa: Kepemimpinan Global dalam Pengadaan Berkelanjutan

Uni Eropa (UE) dikenal sebagai salah satu pionir dalam pengadaan berkelanjutan. Pengadaan barang dan jasa di kawasan ini diatur secara ketat melalui beberapa direktif yang mewajibkan semua negara anggota menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengadaan publik. Misalnya, Direktif Pengadaan Publik UE 2014 menyatakan bahwa faktor lingkungan dan sosial harus dipertimbangkan dalam semua proses pengadaan. UE juga mendorong pengadaan ramah lingkungan melalui “Green Public Procurement” (GPP), yang menyediakan panduan dan kriteria spesifik bagi pengadaan produk-produk berkelanjutan.

Banyak negara anggota UE, seperti Swedia, Denmark, dan Belanda, telah memperkuat regulasi domestik mereka untuk memperluas pengadaan berkelanjutan. Misalnya, di Swedia, pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa 100% pengadaan publik sesuai dengan kriteria keberlanjutan pada tahun 2030. Selain itu, Belanda menerapkan sistem yang memungkinkan perusahaan-perusahaan dengan sertifikasi lingkungan yang baik mendapat keuntungan dalam proses lelang pengadaan publik.

2. Jepang: Fokus pada Pengurangan Limbah dan Energi

Jepang memiliki sejarah panjang dalam menerapkan pengadaan berkelanjutan, yang dimulai sejak Green Purchasing Law 2001 diimplementasikan. Regulasi ini mewajibkan semua lembaga pemerintah untuk membeli produk ramah lingkungan, terutama yang menggunakan sumber daya secara lebih efisien dan menghasilkan emisi lebih rendah. Kebijakan ini tidak hanya mendorong produk dengan sertifikasi ramah lingkungan, tetapi juga berfokus pada inovasi teknologi untuk meminimalkan penggunaan energi dan pengurangan limbah.

Selain itu, Jepang memperkenalkan “Basic Policy on Promoting Green Purchasing,” yang merinci produk dan layanan yang memenuhi standar keberlanjutan. Dengan penerapan ini, Jepang berfokus pada efisiensi sumber daya dan energi, serta mendorong perusahaan untuk mengembangkan teknologi hijau sebagai bagian dari rantai pasokan mereka.

3. Amerika Serikat: Pendekatan Berbasis Inovasi Teknologi

Di Amerika Serikat, pengadaan berkelanjutan telah berkembang melalui berbagai kebijakan federal dan negara bagian. Program federal seperti Federal Acquisition Regulation (FAR) memasukkan kriteria pengadaan berkelanjutan yang mencakup aspek seperti penghematan energi, penggunaan produk daur ulang, dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Pemerintah AS juga menerapkan Executive Order 14057 yang bertujuan untuk membuat pengadaan federal lebih ramah lingkungan, termasuk target net-zero untuk emisi karbon pada 2050.

Selain itu, pengadaan berkelanjutan di AS sangat dipengaruhi oleh sektor swasta yang inovatif, di mana perusahaan-perusahaan besar seperti Apple dan Microsoft berkomitmen untuk menggunakan rantai pasokan berkelanjutan. AS juga terkenal dengan inisiatif teknologi tinggi yang mendukung pengadaan berkelanjutan, seperti penggunaan AI dan big data untuk menganalisis dampak lingkungan dari setiap proses pengadaan.

4. Australia: Fokus pada Sertifikasi Lingkungan dan Dampak Sosial

Australia telah mengadopsi pendekatan yang luas terhadap pengadaan berkelanjutan dengan menggabungkan faktor lingkungan dan sosial dalam kebijakan pengadaan publiknya. Australian Government Sustainable Procurement Guide memberikan panduan bagi lembaga pemerintah untuk memasukkan kriteria lingkungan dalam pengadaan barang dan jasa, dengan fokus pada produk-produk yang memiliki sertifikasi lingkungan, seperti sertifikat energi terbarukan atau sertifikasi kayu yang berasal dari hutan lestari.

Selain itu, Australia juga menekankan pentingnya dampak sosial dalam pengadaan berkelanjutan. Salah satu inisiatif utamanya adalah Indigenous Procurement Policy (IPP), yang bertujuan meningkatkan partisipasi perusahaan milik penduduk asli dalam kontrak pengadaan pemerintah. Kebijakan ini menggabungkan keberlanjutan dengan inklusi sosial, memastikan bahwa pengadaan publik tidak hanya berfokus pada lingkungan tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan kelompok minoritas.

5. Indonesia: Upaya Menuju Pengadaan Berkelanjutan

Di Indonesia, konsep pengadaan berkelanjutan sedang berkembang, terutama dengan didorongnya regulasi seperti Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 yang memberikan ruang bagi pengadaan barang dan jasa yang mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial. Pemerintah Indonesia juga mempromosikan penggunaan produk-produk dalam negeri, produk ramah lingkungan, dan produk-produk yang melibatkan usaha kecil dan menengah (UKM).

Meski demikian, tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penerapan pengadaan berkelanjutan adalah kurangnya kesadaran di kalangan pelaku usaha, terutama di sektor swasta, serta keterbatasan dalam akses terhadap teknologi ramah lingkungan. Namun, dengan meningkatnya dukungan dari pemerintah dan organisasi internasional, serta komitmen untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs), pengadaan berkelanjutan di Indonesia diproyeksikan akan terus tumbuh di tahun-tahun mendatang.

6. Brasil: Peningkatan Peran Sektor Publik

Brasil telah membuat langkah besar dalam pengadaan berkelanjutan melalui undang-undang yang mendorong pembelian barang dan jasa ramah lingkungan. Brasil’s Public Procurement Law mencakup kriteria keberlanjutan, dan negara ini juga mengintegrasikan aspek sosial dalam pengadaan publiknya. Pengadaan di Brasil menekankan penggunaan produk lokal dan mendukung perusahaan yang memiliki dampak positif terhadap masyarakat.

Dalam beberapa tahun terakhir, Brasil semakin berfokus pada produk pertanian berkelanjutan dan penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam proyek pemerintah. Namun, tantangan utama yang dihadapi Brasil adalah kurangnya infrastruktur untuk mendukung rantai pasokan hijau dan hambatan birokratis dalam penerapan kebijakan.

7. Afrika Selatan: Inisiatif untuk Kesetaraan Sosial

Di Afrika Selatan, pengadaan berkelanjutan sering dikaitkan dengan kebijakan Black Economic Empowerment (BEE), yang bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan ekonomi melalui pengadaan publik. Afrika Selatan menggunakan pengadaan sebagai alat untuk mendorong perusahaan yang memiliki dampak sosial positif, seperti yang mempekerjakan pekerja lokal atau yang dimiliki oleh kelompok-kelompok yang terpinggirkan.

Selain itu, Afrika Selatan juga berfokus pada pengadaan yang ramah lingkungan, terutama di sektor energi terbarukan, seiring dengan meningkatnya komitmen negara tersebut terhadap pengurangan emisi karbon. Tantangan utama yang dihadapi Afrika Selatan adalah menyeimbangkan antara kebutuhan untuk pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan.

Penutup

Setiap negara memiliki pendekatan yang unik terhadap pengadaan berkelanjutan, tergantung pada konteks regulasi, sosial, dan ekonominya. Uni Eropa dan Jepang memimpin dalam pengadaan yang terfokus pada lingkungan, sementara Amerika Serikat menonjol dengan inovasi teknologinya. Australia dan Afrika Selatan menekankan pengaruh sosial dalam proses pengadaan mereka, sedangkan Indonesia dan Brasil sedang dalam tahap mengembangkan kerangka kebijakan yang lebih mendukung keberlanjutan.

Dari berbagai perbandingan ini, jelas bahwa pengadaan berkelanjutan bukan hanya tentang pembelian produk yang ramah lingkungan, tetapi juga mencakup dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas. Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, setiap negara berupaya untuk mengintegrasikan praktik pengadaan berkelanjutan dalam kebijakan dan proses pengadaannya, seiring dengan meningkatnya kesadaran global tentang pentingnya keberlanjutan.